Mengurai Benang Kusut Tantangan Reformasi Kejaksaan

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Operasi tangkap tangan (OTT) aparatur negara di Pamekasan tidak hanya menyingkap indikasi rasuah pengelolaan dana desa. Tetapi, juga menunjukkan bahwa reformasi di tubuh Kejaksaan Agung (Kejagung) masih hanya sebatas slogan seiring masih adanya jaksa yang terlibat korupsi. Lebih dari satu dekade reformasi kejaksaan berlangung/ namun agenda tersebut dianggap gagal karena masih belum dapat membangun birokrasi yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menilai, fungsi kontrol terhadap para jaksa melalui kerja Komisi Kejaksaan maupun tim pengawasan internal jaksa, masih minim perannya dalam menindak jaksa-jaksa nakal. Padahal, peran kontrol sekaligus evaluasi dari kerja jaksa menjadi salah satu peran yang paling menentukan kualitas jaksa dan kinerja kejaksaan secara umum. Lebih lanjut, Miko menyatakan, banyaknya jaksa yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan menunjukkan kegagalan Jaksa Agung HM Prasetyo dalam memimpin korps Adhyaksa.

Sementara itu, peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menambahkan, kinerja kejaksaan selama ini memang masih jauh panggang dari api. Dia mencontohkan kinerja kejaksaan sepanjang November 2014 hingga Oktober 2016 yang menangani 24 kasus korupsi. Namun, 16 kasus masih di penyidikan dan hanya 8 perkara yang naik penuntutan.

Lantas, bagaimana mengurai benang kusut tantangan reformasi kejaksaan? Apa sebenarnya pokok persoalan yang membuat agenda reformasi di tubuh korps Adyaksa masih jauh panggang dari api? Bagaimana pula membenahi dan mengoptimalkan peran pengawasan internal jaksa?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan dua narasumber, yakni: Miko Susanto Ginting (peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia) dan Barita Simanjuntak (komisioner Komisi Kejaksaan). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: