Menyoroti Silang Sengkarut Freeport Di Indonesia

Freeport

Semarang, Idola 92.6 FM – Polemik antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia nampaknya belum menemui titik temu. Bahkan, kini drama antara keduanya telah mencapai babak baru. Perusahaan yang berbasis di Phoenix, negara bagian Arizona, Amerika Serikat ini mengancam akan membawa pemerintah ke Arbitrase Internasional karena dianggap tidak mematuhi Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani kedua belah pihak pada 2001 silam.

Di samping itu, Freeport juga enggan mematuhi keinginan pemerintah untuk mengubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika kebijakan fiskalnya tak sesuai dengan ketentuan KK.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia sangat sedikit dibanding dengan penerimaan dari sektor lainnya. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menganggap Pemerintah Indonesia berlaku tak adil lantaran menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status kontrak karya (KK) ke izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Jonan menyebutkan, PT Freeport Indonesia telah membayarkan royalti dan pajaknya ke negara sebesar Rp 214 triliun selama 25 tahun.

Dengan begitu, Freeport memberikan kontribusi Rp 8 triliun per tahun untuk penerimaan pemerintah. Jonan juga membandingkannya dengan devisa negara dari tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencapai Rp 144 triliun pada tahun 2015. Angka itu, menurut dia, jauh lebih tinggi dibanding dengan yang didapat dari Freeport. Ia juga membandingkannya dengan PT Telkom yang menyumbang penerimaan negara sebanyak Rp 20 triliun.

Lantas, apa untung-rugi bila Freeport hengkang dari Indonesia? Sudah tepatkah langkah pemerintah Indonesia saat ini? Bagaimana pulapeluang Indonesia manakala Freeport benar-benar menggugat pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM akan berdiskusi bersama dengan beberapa narasumber, yakni: Marwan Batubara (Direktur Eksekutif Indonesian Rescources Studies (IRES)) dan Satya Widya Yudha (Wakil Komisi VII DPR RI). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: