Pemerintah “Kencangkan Ikat Pinggang”, Efektifkah untuk Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi?

Semarang, Idola 92.6 FM-Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengintsruksikan pimpinan Kementerian dan Lembaga untuk “mengencangkan ikat pinggang” dengan melakukan penghematan anggaran belanja barang secara besar-besaran pada tahun 2017 ini dan tahun 2018 mendatang. Penghematan harus dilakukan di semua sektor dan untuk alokasi yang dianggap tidak terlalu penting. Dalam APBN 2017, pemerintah mengalokasikan belanja barang Rp 296,2 triliun. Dengan target tidak boleh lebih tinggi dari tahun 2016 yang sebesar Rp257,7 triliun, maka target penghematan belanja barang tahun ini yang bisa dilakukan pemerintah adalah sebesar Rp38,5 triliun.

Penghematan anggaran besar – besaran ini sebelumnya juga pernah dilakukan pemerintahan Jokowi pada tahun 2016 lalu. Saat itu Jokowi mengeluarkan instruksi presiden nomor 8 tahun 2016 untuk melakukan penghematan anggaran di 83 kementerian dan lembaga sehingga mampu menghemat APBN 2016 hingga Rp64,7 triliun. Jokowi berharap dengan upaya itu maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin tinggi dan angka kemiskinan dapat ditekan hingga satu digit.

Namun demikian, penghematan anggaran oleh pemerintah jika tidak diterapkan secara tepat dikhawatirkan justru akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 2016 lalu. Salah satu sektor yang terpukul akibat penghematan anggaran itu antara lain sektor perhotelan. Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Haryadi sukamdani, instruksi presiden sering disalahartikan oleh kementerian dan lembaga dengan melarang semua kegiatan pemerintahan di hotel. Akibatnya bisnis perhotelan langsung mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun lalu.

Sementara itu Ekonom Institute for Development of economics and finance (INDEF), Bustanul Arifin menuturkan, pemerintah tidak bisa mengandalkan pembatasan konsumsi dan anggaran untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Sebab, selain karena ketergantungan pada sektor konsumsi yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat juga akan terpengaruh dengan kebijakan ini. Apalagi selama ini kebijakan dan program pemerintah belum dapat menaikkan daya beli masyarakat.

Lalu, efektifkah langkah penghematan ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas/ sehingga bisa menurunkan angka kemiskinan menjadi single digit? Menilik efek domino dari penghematan anggaran pemerintah terhadap pertumbuhan nasional begitu besar, sejauh mana seharusnya langkah penghematan dilakukan agar tepat sasaran? Sektor lain apa yang perlu digenjot untuk mengimbangi menurunnya konsumsi pemerintah akibat penghematan anggaran?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, nanti kami akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Pengamat Ekonomi Aviliani dan Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi Wijayanto Samirin. (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: