Bagaimana Upaya Membumikan Pancasila agar Menjadi Cara Pandang, Sikap, dan Perilaku Sehari-hari?

Garuda Pancasila

Semarang, Idola 92.6 FM – Pancasila dalam istilah Belanda—dikenal sebagai Philosofische Grondslag. Pancasila menjadi falsafah bangsa. Sebagai falsafah berarti adanya di paradigma yang memengaruhi sikap. Dan, sikap mempengaruhi perilaku kita.

Pancasila sebagai paradigma berada pada tataran ideal tetapi di tataran implementasinya harus diakui masih kerapkali kita menjumpai problem. Pada sisi kemajemukan masih muncul problem dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada problem kemajemukan dan intoleransi. Padahal sebagai bangsa yang majemuk, mestinya pluralitas menjadi mindset dan paradigm sehingga sikap yang lahir adalah perlindungan terhadap minoritas.

Perlindungan pada minoritas mestinya bisa muncul dalam bentuk—misalnya, izin pendirian gereja tak perlu dibikin susah atau dihalang-halangi. Namun, kita masih sering melihat sebagian umat seolah begitu susah untuk mendirikan tempat ibadah hanya karena minoritas. Bukankah, salah satu pilar penting demokrasi adalah perlindungan pada minoritas?

Nah, terkait ini, baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya penegasan ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia agar ada satu arah bersama dalam perjalanan bangsa ke depan. Pernyataan itu disampaikan dalam Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila di Istana Negara, Jakarta, Selasa kemarin.

Maka, manakala presiden mengarahkan dan menekankan pentingnya Pancasila sebagai ideologi bangsa dan menjadi panduan kebijakan, seberapa ini mengikat atau akan dipatuhi oleh para pemangku kebijakan di bawah presiden hingga bupati/ wali kota—mengingat selama ini masih kerap terjadi kasus intoleransi dan problem kemajemukan? Bagaimana pula upaya membumikan Pancasila agar menjadi cara pandang, sikap dan perilaku kita sehari-hari–bukan sekadar indah dalam kata-kata?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Irwan Abdullah (Guru Besar Antropologi UGM Yogyakarta/ Pendiri Paguyuban Warga Pancasila Yogyakarta) dan Halili (Direktur Riset Setara Institute/Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta). (Heri CS)

Berikut diskusinya:

Artikel sebelumnyaMencermati Hasil PISA 2018, Evaluasi dan Terobosan Apa yang Mesti Dilakukan?
Artikel selanjutnya[PhotoEvent] Panggung Civil Society Desember 2019