Menakar Daya Saing Logistik Nasional, Apa Kabar?

Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah defisit perdagangan tahun 2018 yang tercatat tertinggi dalam sejarah sejak 1975, kini kita juga masih menghadapi problem tingginya biaya logistic. Tingginya biaya logistik ini ditengarai menjadi salah satu pemicu rendahnya daya saing ekspor kita. Berbagai upaya yang jor-jorran juga terus dilakukan untuk membangun infrastruktur—namun pertanyaannya, sudahkah itu juga mampu menjawab persoalan ini?

Persoalan logistik ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing ekspor bangsa yang berujung pada pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya mengingatkan pada persoalan ini begitu penting sebab bangsa kita juga mengidap amnesia atau mudah lupa hal-hal substansial sebelum terjadi peristiwa yang mengagetkan. Kita kerap mengalami post-factum—budaya dimana kita baru bertindak setelah peristiwa terjadi.

Masih hangat dalam ingatan, beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan kasus dweeling time yang melibatkan mantan direktur utama PT Pelindo II, RJ Lino. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan quay container crane (QCC) pada tahun 2010.

Saat itu, kasus ini mencuat di tengah upaya Presiden Jokowi mempercepat kinerja proses bongkar muat barang di pelabuhan. Lamanya waktu seluruh proses mulai dari bongkar muat barang hingga barang keluar dari pelabuhan dikenal sebagai dwelling time. Mempercepat dwelling time kala itu digalakkan pemerintah sebagai salah satu upaya untuk mengatasi biaya logistic. Sebab, semakin lama barang menumpuk di pelabuhan semakin besar biaya yang ditanggung pelaku usaha. Dampaknya, harga jual barang akhir menjadi lebih mahal.

Kini pun kita seolah masih dihadapkan pada problem klasik perihal logistic. Merujuk pada reportase harian Kompas (21/01/2019), para sopir masih terjebak pada persoalan benang kusut logistik nasional. Misalnya, masuk ke pelabuhan macet, keluar pun macet. Di dalam pelabuhan macet karena bongkar muat lama. Di luar pelabuhan, macet karena kepadatan arus lalu lintas. Belum lagi, selain masalah kemacetan para sopir mengeluhkan pungutan liar, baik di pelabuhan maupun luar pelabuhan.

Lantas, kini kita mempertanyakannya—apa kabar daya saing logistik? Sudahkah pembangunan infrastruktur yang jor-jorran dilakukan hasilnya sudah mampu menekan tingginya biaya logistik selama ini? Jika belum, apa sesungguhnya persoalan dan tantangan yang menghambat?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Ahmad Heri Firdaus (Pengamat Ekonomi dari Institute for development of Economics and Finance (INDEF)); Tony Winarno (Ketua DPW Asperindo Jawa Tengah); dan Sofjan Wanandi (Ketua Tim Ahli Ekonomi Wakil Presiden Jusuf Kalla). (Heri CS)

Berikut diskusinya: