Bagaimana Menyongsong “Kenormalan Baru” di Dunia Pendidikan dan Merumuskan Ulang Model Pembelajaran Jarak Jauh di Sekolah?

Belajar Dari Rumah (Ilustrasi)

Semarang, Idola 92.6 FM – Sadar atau tidak, pandemi Covid-19 yang melanda secara global telah mengubah cara berpikir, berperilaku, dan berelasi dengan orang lain. Perlahan namun pasti, pandemi telah membentuk kehidupan “normal yang baru”.

Bukan masalah sebentar atau lamanya, pandemi akan membekas–menyisakan gaya hidup atau kenormalan baru. Sebelumnya, hal yang tidak normal akan menjadi gaya hidup baru seperti work from home, pembelajaran jarak jauh, hingga berbisnis dari rumah.

Pandemi Covid-19 bagi Indonesia—sisi hikmahnya, mampu menyingkap sisi kesiapan kita sesungguhnya akan praktik pendidikan di Abad-21. Pertanyaan besarnya–sudah siapkah sistem dan kultur kita? Apalagi, sistem pembelajaran jarak jauh niscaya akan menjadi kenormalan baru di masa mendatang. Salah satu contoh misalnya, Inggris selama ini dikenal memiliki universitas-universitas yang mahal. Dengan sistem pembelajaran jarak jauh, ia bisa merekrut dosen terbaik di India, sehingga biayanya akan murah. Artinya, arah dunia akan ke sana.

WFH, Kenormalan Baru

Terkait ini, kebijakan pendidikan masa darurat dinilai perlu disusun kembali oleh pemerintah untuk mengantisipasi potensi perpanjangan masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19. Selain pembelajaran, kebijakan masa darurat juga perlu memuat arahan teknis distribusi dana bantuan operasional lebih cepat dan merata sesuai konsep merdeka belajar.

Terlepas bahwa Covid-19 membahayakan umat manusia—sisi hikmahnya, ini mampu menyingkap sisi kesiapan dan memaksa kita untuk berubah di bidang pembelajaran jarak jauh. Lantas, belajar dari itu apa yang perlu kita perbaiki dan segera siapkan bagi model pembelajaran jarak jauh? Jika kita perlu rumusan baru—rumusan apa saja? Bagaimana pula menyiapkan kultur dan sistem menuju ke sana—karena sejarah membuktikan kita senantiasa kedodoran terkait itu?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Mohammad Abduhzen (advisor Paramadina Institute for Education Reform (PIER) Universitas Paramadina); Indra Charismiadji (Pengamat Pendidikan dari Center of Education, Regulation, and Development Analysis (CERDAS)); dan Satriwan Salim (Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)). (Heri CS)

Berikut podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaPemprov Jateng Terima Bantuan 50 Ribu PCR
Artikel selanjutnyaPemprov Jateng Minta Tidak Ada Lagi Pengusiran Perawat Dari Tempat Tinggalnya