IDI Mendorong Pemerintah Ikuti Panduan WHO terkait Syarat Mengakhiri Isolasi Pasien Covid-19

Semarang, Idola 92.6 FM- Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi kasus pemulangan atau penjemputan paksa pasien positif corona ataupun PDP. Salah satu alasannya, kerabat atau keluarga, merasa terlalu menunggu lama pasien yang diisolasi padahal gejalanya sudah reda.

Kini, hal itu kemungkinan akan bisa diminimalisir. Sebab, pasien yang sebelumnya terjangkit positif Covid-19 dalam protokol pemulangannya relatif tak perlu waktu lama.

Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengubah panduan terkait isolasi pasien yang positif terinfeksi COVID-19. Sebelumnya pasien baru dikatakan sembuh dan boleh keluar dari isolasi ketika tes polymerase chain reaction (PCR) menunjukkan hasil negatif sebanyak dua kali.

Dalam rangkuman yang diunggah di situs resmi WHO pada 17 Juni lalu, kriteria pelepasan isolasi kini diubah berdasarkan gejala klinis pasien. Artinya pasien yang positif COVID-19 bisa keluar dari isolasi tanpa harus menjalani dan menunggu hasil tes PCR.

Dalam panduan terbaru, WHO menulis pasien positif yang bergejala bisa menjalani masa isolasi minimal selama 10 hari setelah gejala muncul ditambah tiga hari setelah gejala reda. Sementara itu untuk mereka yang asimtomatik atau biasa disebut orang tanpa gejala (OTG), masa isolasinya 10 hari ditambah tiga hari setelah terbukti tes positif.

Lantas, WHO mengubah syarat mengakhiri isolasi pasien Covid-19, tak harus 2 kali negatif PCR. Bagaimana tanggapan IDI? Perlukah Pemerintah mempertimbangkan panduan WHO tersebut? Mendiskusikan ini, radio Idola Semarang mewawancara  Wakil Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, dr Slamet Budiarto. (her)

https://anchor.fm/radio-idola/episodes/wawancara-Wakil-Ketua-Umum-PB-Ikatan-Dokter-Indonesia–dr-Slamet-Budiarto-eft9j7