Mengapa China Ngotot mengklaim Natuna? Adakah Harta Karun di sana?

Gatot Nurmantyo
Presiden Joko Widodo bersama Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Komandan Angkatan Udara Agus Supriatna berjalan melewati jet tempur dan senjata selama latihan militer di Pulau Natuna, 6 Oktober 2016. (photo: REUTERS)

Semarang, Idola 92.6 FM – Tanah merupakan harta berharga bagi sebagian orang, bahkan tak jarang lebih berharga dibandingkan dengan kekeluargaan, persaudaraan atau pertemanan. Bangsa berperang dengan bangsa lain kadang karena berebut wilayah—khususnya lahan.

Sebuah pepatah Jawa menggambarkan betapa berharganya tanah: “sadumuk bathuk, sanyari bumi, rila den labuhi pati”. Dahi tersenggol, sejengkal tanah, rela dibela sampai mati. Tanah dan kepala (dahi) adalah kehormatan. Jika diambil paksa, pastilah akan dibela sampai mati. Tanah ibarat belahan jiwa.

Itulah kenapa, banyak masyarakat yang merasa gemas pada klaim sepihak China atas Laut Natuna, sehingga mendorong pemerintah untuk bertindak tegas. Bahkan, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha meminta pemerintah untuk membawa masalah klaim China atas perairan Natuna itu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terlebih, sekarang ini, Indonesia telah menjadi anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.

Bukan hanya berasal dari dalam negeri, karena sejumlah negara serumpun di kawasan Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Vietnam dan Filipina pun merasa geram, sehingga menyerukan agar menentang klaim China yang menyebut beberapa wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya.

Derek Grossman, seorang analis pertahanan senior di think tank Rand Corporation yang berbasis di Amerika Serikat, sampai menyebut: bahwa klaim China itu mengancam arah negosiasi kode etik (code of conduct/COC) antara anggota ASEAN dan China. Sehingga menurutnya, adalah tindakan bodoh kalau China terus mendorong perselisihan dengan Indonesia—pada tahun yang sama—ketika ASEAN dan China akan menyelesaikan negosiasi panjang tentang COC di Laut China Selatan.

Kalau mengingat posisi penting Indonesia dalam negosiasi code of conduct antara anggota ASEAN dengan China, lantas mengapa China tetap ngotot mengklaim Natuna? Adakah Harta Karun di sana? Seberapa tinggi sebetulnya bargaining position Indonesia dan ASEAN, bagi China? Perlukah Indonesia membawa masalah klaim China atas perairan Natuna ke Perserikatan Bangsa-Bangsa?

Guna menjawab persoalan ini, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: A. Eby Hara (dosen Jurusan HI FISIP Universitas Jember) dan Abdul Kharis Almayshari (Wakil Ketua Komisi I DPR RI). (Heri CS)

Berikut diskusinya: