Bagaimana Menambal Defisit Demi Keamanan APBN Kita?

Ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Sejak tahun 2012 sampai sekarang, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kita mengalami defisit keseimbangan primer. Penyebabnya, target penerimaan negara yang kian tahun semakin susah dicapai.

Realisasi defisit APBN hingga akhir bulan April 2021 mencapai Rp 138,1 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 0,83% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, defisit terjadi akibat penerimaan negara yang hanya tumbuh 6,5% secara year on year (yoy) atau setara Rp 585 triliun. Sementara, belanja negara tumbuh hingga 15,9% yoy mencapai Rp 723 triliun.

Menkeu Sri Mulyani juga mengungkapkan, penerimaan pertumbuhan realisasi penerimaan negara masih tipis karena penerimaan pajak. Hingga akhir April 2021, setoran pajak yang terkumpul hanya Rp374,9 triliun, atau kontraksi 0,5% yoy. Tahun ini, pemerintah tetap berusaha menjaga agar defisit APBN sesuai target yakni 5,7% terhadap PDB.

Secara logis, untuk mengatasi defisit keseimbangan primer, ada dua kunci, yaitu pertama–menurunkan belanja. Kemudian, yang kedua, menaikkan penerimaan. Akan tetapi, jika belanja yang diturunkan, maka ditakutkan malah dapat mengganggu pertumbuhan. Karena belanja dari pemerintah sangat dibutuhkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi—apalagi kini, kita tengah dihadapkan pada problem mendesak mengatasi krisis akibat Pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.

Sehingga, atas situasi ini, jalan satu-satunya yang masih bisa ditempuh adalah menggenjot penerimaan negara. Agar bisa menjaga rasio defisit anggaran, pemerintah perlu menjaga kesinambungan antara penerimaan dan belanja negara.

Maka, ketika pengeluaran negara akibat Pandemi semakin meningkat dan bersamaan dengan itu pendapatan pajak menurun, lalu, upaya apa yang mesti dilakukan untuk menambal selisih itu demi keamanan APBN kita? Langkah atau terobosan apa saja yang mesti dilakukan oleh pemerintah untuk menggenjot penerimaan negara? Di sisi lain, seberapa urgensi wacana pemerintah mengenakan PPN pada bahan pokok dan jasa pendidikan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Enny Sri Hartati (Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)); Prof Ari Kuncoro (Ekonom/Rektor Universitas Indonesia); dan Yustinus Prastowo (Staf Khusus Menteri Keuangan RI). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: