Kemandirian Finansial Parpol Menjadi “Celah” Menuju Demokrasi Substansial

Panggung Demokrasi
Panggung Demokrasi.

Semarang, Idola 92.6 FM – Lemahnya kemandirian finansial partai politik turut berkontribusi atau menjadi celah dalam masih belum tercapainya demokrasi substansial. Sebab, hal itu menjadi pemicu politik berbiaya tinggi. Harus dicari solusi agar demokrasi kita tak terus berkutat dalam demokrasi prosedural.

Demikian menjadi salah satu benang merah dalam diskusi Panggung Demokrasi bertema “Mendorong Parpol Menjadi “Jalan Raya” Menuju Demokrasi Substansial” yang diselenggarakan Badan Kesbangpol Kota Semarang bekerja sama dengan radio Idola Semarang, yang digelar secara hybrid, Rabu (13/10).

Hadir sebagai narasumber yakni: Pengamat politik Universitas Diponegoro Prof Budi Setyono, dan Plt Sekretaris Badan Kesbangpol Kota Semarang Joko Hartono. Acara dipandu oleh Nadia Ardiwinata, penyair radio Idola Semarang.

Menurut Prof Budi Setyono, kalau Pemerintah maupun lembaga menilai adanya hambatan atau kelemahan di dalam mewujudkan demokrasi substantif, maka, pemerintah mestinya meningkatkan anggaran bagi parpol. Hal itu agar parpol bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik.

Prof Budi Setyono
Prof Budi Setyono, Pengamat politik Universitas Diponegoro.

Kenyataannya, menurut Prof Budi, sekarang parpol belum memiliki finansial. Hal itu dipengaruhi internal parpol yang memang belum memiliki keinginan untuk mandiri, maupun terhalang regulasi karena parpol dilarang mendirikan badan usaha. Maka, itu memang dicarikan solusi.

“Solusi di antaranya dengan memberikan bantuan dari pemerintah, untuk memastikan parpol bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik,” ujarnya.

Tapi sebaliknya, lanjut Prof Budi Setyono, parpol juga harus memiliki satu garis kebijakan internal yang bisa akuntabel terhadap masyarakat bahwa mereka itu disubsidi oleh pemerintah misalnya, berdasarkan pada perhitungan-perhitungan tertentu.

“Jangan sampai dana diselewengkan dari makna substansi pemberian anggaran tersebut,” ujar Prof Setyono dalam acara yang dihadiri puluhan orang dan beberapa di antaranya perwakilan parpol di Kota Semarang.

Prof Budi menjelaskan, demokrasi substansial secara konseptual merupakan proses demokrasi yang memenuhi yang memenuhi azas nilai-nilai itu sendiri. Rakyat memegang kedaulatan dan proses-proses keputusan yang diambil negara. Aspirasi rakyat tercermin di dalam setiap kebijakan pemerintah.

“Demokrasi substansial harus memenuhi kriteria atau value yang berkaitan dengan adanya fair competition yang dilakukan secara periodikal,” kata Prof Budi.

Meski demokrasi kita saat ini masih pada level prosedural. Prof Budi optimistis bahwa suatu ketika Indonesia akan melampaui demokrasi substansial.

Pemerintah Berperan Mewujudkan Siklus Demokrasi Berjalan Kuat

Sementara itu, Plt Sekretaris Badan Kesbangpol Kota Semarang, Joko Hartono menyatakan, berdasarkan Indeks Demokrasi kita, saat ini, Indonesia masih pada tahap demokrasi prosedural. “Maka, hari ini, kita (Semarang-Red) memulai, bagaimana Semarang menjadi pioneer. Sebuah daerah yang sudah menerapkan demokrasi substansial,” kata Joko Hartono.

Joko Hartono
Joko Hartono, Plt Sekretaris Badan Kesbangpol Kota Semarang.

Joko menyebut, proses siklus demokrasi di Indonesia meliputi: input, proses, dan output. Input kita dalam proses demokrasi adalah partai politik. Kemudian, prosesnya, meliputi Pemilu, Pileg, Pilkada, atapun Pilpres. Lalu, pada output-nya: DPR, DPRD, ataupun Gubernur, Wali Kota, hingga Presiden.

“Nah, untuk mewujudkan sebuah demokrasi yang substansial, maka peran kami adalah agar setiap siklus ini bisa berjalan secara kuat dan sehat,” ujar Joko Hartono.

Joko mencontohkan, parpol harus mandiri. Namun, di sisi lain, sesuai peraturan perundang-undangan, parpol tak boleh memiliki badan usaha atau unit usaha berbeda dengan ormas dan lainnya.

“Sehingga, peran kami di pemerintah, adalah memastikan bahwa hak parpol terhadap anggaran negara tersampaikan,” ujarnya.

Djoko, Politisi Gerindra
Djoko, politisi Partai Gerindra.

Sementara politisi Partai Gerindra Djoko menyatakan, pembiayaan partai selama ini bukan berasal dari iuran rutin anggota partai. Karena tak ada mekanisme iuran wajib bagi anggota. Dalam hal keputusan strategis, Djoko mengakui, keputusan sepenuhnya bersifat top down. Semua ditentukan oleh pengurus pusat atau DPP. “Semua keputusan tergantung dari Pusat,” ujar Djoko.

Dengan sistem top down, menurut Djoko, pihaknya menilai sistem justru kuat. Tak mudah digoyang oleh isu-isu perpecahan di internal. “Kami terbukti tetap eksis. Sisi positifnya (bersifat top down-Red) seperti itu,” kata Djoko.

Berbeda dengan Partai Gerindra, Untung politisi PDI Perjuangan menyampaikan partainya mengusung sistem bottom up. Partainya selalu mempertimbangkan aspirasi kader di bawah. “Dalam rekruitmen kami juga terbuka. Tak ada paksaan,” tandasnya. (her/ tim)

Panggung Demokrasi – Mendorong Parpol Menjadi “Jalan Raya” Menuju Demokrasi Substansial