Menakar Kebijakan Penggabungan Kembali Kemendikbud-Kemenristek, Apa Plus-Minus dan Tantangannya?

Penggabungan Kembali Kemendikbud-Kemenristek

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah akan menggabungkan atau melebur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Rencana itu pun sudah mendapat persetujuan DPR.

Penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek menjadi Kemendikbud dan Ristek dinilai cukup mengejutkan. Sebab, di awal periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi lah yang membentuk pos Kemendikbud terpisah dengan Kemenristek Dikti. Dan, sekarang di periode keduanya dilebur kembali.

Maka, kebijakan peleburan ini pun memicu pro kontra. Mereka yang kontra menilai, penggabungan Kemendikbud dan Ristek membawa banyak implikasi. Penasihat di Centre for Innovation Policy and Governance dan Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura-Yanuar Nugroho mengatakan, pemisahan Kemendikbud dan Riset di era Jokowi-JK sudah tepat. Kemendikbud sudah mempunyai tugas berat, mulai dari distribusi guru, kurikulum, de-radikalisasi, membangun karakter keberagaman anak didik, sampai menangani pendidikan formal, informal dan informal.

Selain itu, menurut Yanuar, tantangan teknis pasca-penggabungan tidak mudah. Dari pengalaman Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ketika digabungkan kembali ke Kemendikbud, diperlukan adaptasi teknis kerja lebih dari enam bulan. Yanuar khawatir, ini akan mengganggu visi Indonesia menjadi negara maju berpendapatan tinggi pada 2045. Untuk mencapai cita-cita itu, Indonesia tidak bisa sebatas mengandalkan komoditas, tetapi harus mampu membangun ekonomi berbasis ilmu pengetahuan (knowledge – based economy).

Lantas, menakar kebijakan penggabungan Kemendikbud dan Kemenristek: Apa plus-minus dan tantangannya? Benarkah ini menunjukkan belum berpihaknya pemerintah pada riset? Dapatkah ini menjawab berbagai persoalan yang akan kita hadapi di masa mendatang—di mana ekonomi berbasis ilmu pengetahuan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Yanuar Nugroho (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance; Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia; Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura; Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019); Prof Mochamad Ashari (Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya); dan Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro (Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)). (her/yes/andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya: