Bagaimana Peluang untuk Mewujudkan Negeri yang Baik, Berkemakmuran, dan Bermartabat dari Aspek Hukum Tata Negara?

APHTN-HAN
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Undang-Undang Kementerian Negara saat ini dinilai sudah tidak relevan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, demokratis, dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Untuk itu, Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) mengusulkan adanya perubahan Undang-Undang Kementerian Negara. Hal tersebut berdasarkan catatan analisis dalam hasil kajian rapat kerja nasional (rakernas) APHTN-HAN yang bertema besar “Penataan Kabinet Presidensial di Indonesia: Refleksi dan Proyeksi Konstitusional” yang diselenggarakan di Makassar pada 26-28 April 2024.

Usulan tersebut juga ditujukan untuk penataan kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pemilu 2024.

Berdasarkan catatan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, sekurangnya ada tujuh poin yang menjadi alasan APHTN-HAN untuk mengusulkan perubahan UU Kementerian Negara.

  1. Belum semua urusan pemerintahan yang disebut dalam UUD 1945 diatur dalam UU Kementerian Negara, karena ada beberapa urusan pemerintahan yang belum ada nomenklaturnya dalam kementerian saat ini.
  2. Berkaitan dengan jumlah Kementerian/ UUD 1945 tidak mengatur mengenai jumlah kementerian sehingga pembatasan jumlah paling banyak 34 kementerian yang diatur dalam Pasal 15 UU Kementerian Negara saat ini sudah tidak relevan.
  3. Tidak perlu membentuk kementerian koordinator karena kementerian koordinator tidak wajib dibentuk, baik atas dasar UUD 1945 maupun UU Kementerian Negara.
  4. Perlu diperhatikan keseimbangan antara jumlah menteri dari partai politik dan menteri dari kalangan profesional.
  5. Rakernas APHTN-HAN juga mengusulkan jabatan wakil menteri harus dibatasi dengan kriteria yang jelas.
  6. Perlu memperkuat kelembagaan dan fungsi Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai lembaga di lingkungan istana yang mendukung urusan kerja presiden dan wakil presiden.
  7. Jabatan Jaksa Agung harus diisi oleh bukan dari perwakilan partai politik karena berkaitan dengan syarat untuk menjadi Jaksa Agung maka perlu dipatuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XXII/2024.

Lalu, bagaimana peluang untuk mewujudkan negeri yang baik, berkemakmuran, dan bermartabat –baldatun thayibatun warobbun ghofur dari aspek Hukum Tata Negara melalui perubahan UU Kementerian Negara?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Djohermansyah Djohan (Prof Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)) dan Guspardi Gaus (Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PAN). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: