
Semarang, Idola 92.6 FM-Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho mengapresiasi upaya penegakan hukum selama satu tahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wapres Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, penegakan hukum di era Pemerintahan Prabowo dinilai relatif lebih baik dibanding pemerintahan sebelumnya.
Hal itu bisa dilihat dari berbagai langkah penguatan aparatur penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Karena selama ini kalau kita lihat penegakan hukum di era Jokowi hanya biasa-biasa, dan cenderung tidak menyentuh akar masalah dan cenderung tidak menyentuh pada aktor-aktor intelektual yang berpotensi untuk menjadikan sebagai penanggung jawab atas perbuatannya,” kata Prof Hibnu Nugroho yang juga tergabung juga dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi, saat diwawancara radio Idola, Rabu (22/10).
Menurut Prof Hibnu, penegakan lembaga penegak hukum penting. Sebab, penguatan penegak hukum merupakan pintu utama dalam perang terhadap korupsi. Bagi Pemerintah, ini sebagai langkah awal atau persiapan.
“Di antaranya penguatan hakim. Ini suatu yang luar biasa karena benteng terakhir apapun yang terjadi adalah hakim. Kemarin, Kejaksaan juga berani menangkapi hakim-hakim yang bermasalah. Ada di Surabaya, Jakarta, yang semua terkait gratifikasi suap penyelesaian perkara,” ujarnya.
Kemudian, yang tak kalah menggembirakan, menurut Prof Hibnu, Kejagung juga lebih berani mengungkap kejahatan korupsi yang menyentuh kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras dan perminyakan.
“Ini kejaksaan sejak dahulu tampaknya sudah lebih duluan. Cuma sekarang mendapat back up dari Pemerintah. Lha ini, saya kira, menjadikan awal dari Pemerintahan Pak Prabowo lebih baik dalam pengungkapan korupsi sehingga betul-betul tindakan-tindakan itu berguna bagi masyarakat,” tuturnya.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, Prof Hibnu juga mengapresiasi Pemerintah yang berhasil menyelamatkan uang negara hasil dari tindak pidana korupsi. Hal itu seperti yang dilakukan Kejaksaan Agung yang baru-baru ini, menyerahkan uang senilai Rp 13.255.244.538.149,00 yang diperoleh dari hasil penyitaan kasus korupsi perizinan ekspor crude palm oil atau CPO pada pemerintah melalui Kementerian Keuangan.
“Dalam pengembalian kerugian negara itu langkah tepat karena undang-undang korupsi dalam rangka tidak hanya memenjara uang tapi bagaimana mengemnbalikan kerugian negara,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Prof Hibnu, era sekarang, diperlukan kecepatan penegakan hukum oleh KPK atau Kejagung, untuk sedini mungkin mendeteksi kejahatan, atau hasil kejahatan yang ditemukan sebagai tindak pidana.
“Karena ini akan menjadikan sebagai hasil penyitan perampasan. Dalam hal penyidikan, diperhitungkan sebagai kerugian negara. Ini yang saya kira itung-itungan yang terjadi. Karena kalau itu tidak terjadi, kita lepas kembali. Di situlah sekarang kecerdikan penegak hukum harus sampai pada titik pra ajudikasi itu menjadikan titik awal untuk bisa (menghitung) berapa akan mengembalikan uang negara,” tandasnya. (her)