Prabowo hadiri sidang pleno ASEAN di KLCC saat para pemimpin membahas strategi jangka panjang dan kemitraan eksternal. (Photo/setneg.go.id)

Semarang, Idola 92.6 FM-Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) secara resmi meluncurkan peta jalan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat atau De-dolarisasi. Rencana strategis ini akan mulai diterapkan pada tahun 2026 mendatang dengan menggunakan mata uang lokal dalam transaksi lintas batas.

Kebijakan tersebut disepakati dalam KTT ASEAN ke-46 di Kuala Lumpur, Malaysia. Blok regional ini berkomitmen membangun struktur keuangan “multipolar” yang akan berlaku hingga 2030. Meski tidak serta-merta menghilangkan peran dolar AS, ASEAN akan secara bertahap meminimalkan penggunaannya.

Langkah ini tertuang dalam dokumen “Rencana Strategis Komunitas Ekonomi ASEAN 2026-2030”, yang bertujuan mendorong pemakaian mata uang lokal untuk seluruh transaksi intra-kawasan. Melalui kebijakan tersebut, mata uang negara-negara ASEAN diproyeksikan akan semakin aktif bersaing di pasar valas. Pergeseran ini berpotensi memicu fluktuasi nilai tukar, di mana mata uang lokal bisa mengalami apresiasi jangka pendek.

Lalu, apa implikasinya? Dan akan seperti apa reaksi pihak Amerika Serikat atas langkah ini? 

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Direktur Institute for development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listianto. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: