Semarang, Idola 92.6 FM-Aksi demonstrasi massa dari berbagai elemen terjadi di sejumlah daerah beberapa waktu belakangan. Awalnya, aksi demo ditujukan pada lembaga DPR RI di senayan Jakarta. Namun demo kemudian merembet ke sejumlah daerah dipicu meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online karena dilindas kendaraan taktis (rantis) Barracuda Brimob di tengah kericuhan.
Demonstrasi sebagai bentuk menyampaikan aspirasi sesungguhnya merupakan hak warga negara. Namun, kita pun menyayangkan aksi demo di sejumlah daerah yang berakhir dengan anarki dan vandalistis karena disertai dengan aksi pengrusakan dan pembakaran gedung DPRD di sejumlah daerah termasuk sejumlah kendaraan dan fasilitas umum. Dan yang memprihatinkan lagi, aksi massa diduga turut ditunggangi pihak-pihak tak bertanggung jawab yang melakukan penjarahan.
Pakar Sosiologi Konflik Lewis Coser mengatakan, konflik sosial bisa menjadi alat perubahan dan memperbaiki sistem. Tapi jika tidak dikelola dengan baik, konflik justru akan menimbulkan kerusakan dan memperlebar jarak antarwarga.
Dalam konteks demo, ketika aksi demo berubah menjadi perusakan dan kekerasan, tujuan utama penyampaian aspirasi, justru akan tenggelam, dan yang tersisa hanyalah luka social.
Kita juga bisa merenungkan pesan Mahatma Gandhi, seorang pejuang Kemerdekaan India. Dia bilang, kekerasan tidak pernah menghasilkan sesuatu yang baik. Hasil yang dicapai dengan kekerasan hanya bersifat sementara.
Karena itu, mari kita ingat bersama, aspirasi seharusnya disuarakan dengan cara yang beradab tanpa harus melukai sesama, merusak fasilitas atau menimbulkan ketakutan banyak orang. Sebab, bangsa yang besar bukanlah bangsa yang selalu sepakat tetapi bangsa yang mampu berbeda pendapat dengan damai. Maka, mari kita jadikan perbedaan pandangan sebagai energi untuk perbaikan bukan alasan untuk saling melukai.
Menyikapi situasi terkini, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pernyataan sikap dalam konferensi pers di Istana Negara Minggu (31/08) malam. Presiden sebelumnya telah memanggil pemimpin lembaga tinggi dan ketua partai politik untuk merespons suhu tinggi di dalam negeri akibat aksi demonstrasi. Beberapa poin penting yang disampaikan Presiden antara lain semua pihak diminta untuk tetap menghormati kebebasan berpendapat. Kemudian, menindak pelanggaran aparat kepolisian.
Presiden juga meminta DPR mencabut beberapa kebijakan termasuk tunjangan dan moratorium kunjungan ke luar negeri. Serta mengungkap anggota DPR yang dicabut keanggotannya oleh partai politik.
Selain itu, Presiden Prabowo juga memerintahkan kementerian dan lembaga negara untuk menerima utusan kelompok-kelompok yang ingin menyampaikan kritik.
Kepolisian dan TNI juga diperintah mengambil tindakan tegas terhadap segala macam bentuk pengrusakan fasilitas umum dan penjarahan terhadap rumah individu.
Sebagai anak bangsa, kita tentu saja prihatin atas situasi sekarang ini dan berharap situasi segera kondusif kembali. Ibarat selembar kain tenun, kain tenun bernama Indonesia itu kini sedang terkoyak.
Lalu bagaimana merajut kembali agar menjadi indah seperti semula? Bagaimana mestinya elite politik menyikapi situasi ini? Bagaimana pula menghidupkan dialog sebagai jalan damai untuk mencari jalan keluar atas permasalahan bangsa dari kemelut ketegangan politik ini?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia) dan Joanes Joko (Presidium Politik dan Hubungan Antar Lembaga Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA)). (her/yes)
Simak podcast diskusinya: