Semarang, Idola 92,6 FM-Yan Marina warga Plamongan Sari terlihat sibuk di dapur, beberapa botol plastik dan jeriken berserakan di dekatnya.
Tangannya bergerak pelan, menuangkan sisa minyak goreng atau jelantah yang berada di panci bermotif bulatan-bulatan hijau.
Dengan pelan, minyak jelantah dituang ke jeriken warna putih yang sudah disiapkan.
Saking fokusnya, panci yang baru saja diletakkan ternyata posisinya tidak pas di pinggiran meja dapur dan akhirnya, brak.
Panci itu jatuh ke lantai, dan menimbulkan suara lumayan keras hingga mengagetkan suaminya yang telah membaca koran di teras rumah.
Dengan tenang, istrinya menjawab jika tak sengaja menyenggol panci hingga jatuh ke lantai.
Selesai mengemas minyak jelantah ke jeriken dan botol plastik ukuran 1,5 liter itu, Yan segera memanggil suaminya untuk membantu mengangkat jeriken dan botol berisi mintak jelantah ke sepeda motor.
Tak butuh waktu lama, jeriken dan botol plastik itu sudah nangkring di sepeda motor matik kesayangannya.
Tujuan Yan dan suaminya adalah ke SPBU Sultan Agung Semarang, dan mencari mesin Ucollect tempat menampung minyak jelantah.
Hampir setengah jam perjalanan dari rumahnya di Plamongan Sari, suami istri itu tiba di SPBU Sultan Agung.
Yan turun dari motor, dan menurunkan satu demi satu jeriken serta botol plastik berisi minyak jelantah.
Yan sempat membaca sebentar petunjuk di mesin Ucollect, kemudian mengeluarkan telepon genggamnya dan menyalakan aplikasi Mypertamina.
Tutup tangki Ucollect dibukanya, satu demi satu jeriken maupun botol plastik berisi minyak jelantah dituangkan perlahan.
Menurut Yan, dirinya tahu ada mesin Ucollect saat tak sengaja melihat di media sosial dan saat menemani suaminya mengisi bahan bakar di SPBU Sultan Agung sepekan yang lalu.
Sebelumnya, dirinya memang gemar mengumpulkan mintak jelantah dan kemudian ada orang datang ke rumah untuk membelinya.
Namun, sudah beberapa bulan ini, orang yang biasanya datang ke rumah sudah tidak terlihat lagi.
”Awalnnya dari media sosial. Terus pas ke SPBU (Sultan Agung) lihat ada alat ini (Ucollect). Ini minyaknya (jelantah) sudah saya simpan selama enam bulan, dan dulunya ada orang yang datang untuk membeli minyak jelantah. Lama sudah tidak pernah datang lagi, dan dulu dibeli dengan harga Rp4 ribu per liter,” kata Yan.
Yan nampak tersenyum saat melihat aplikasi Mypertamina, tertulis 10,5 liter minyak jelantah yang sudah disetorkan.
Tertera, di fitur sustainability corner Mypertaminanya masuk saldo sebesar Rp57.750.
Ternyata, bukan hanya Yan saja yang menukarkan minyak jelantah di Ucollect SPBU Sultan Agung Semarang.
Nampak dari kejauhan, seorang ibu paruh baya menenteng dua jeriken dan baru saja turun dari sepeda motornya.
Dua jeriken yang dibawanya itu, ternyata berisi minyak jelantah.
Ibu itu berhenti sejenak di depan mesin Ucollect, dan sepertinya tampak kebingungan bagaimana cara menggunakan mesin tersebut.
Seorang lelaki langsung memghampiri, dan kemudian memandunya untuk menggunakan mesin Ucollect.
Lelaki yang membantunya itu, ternyata merupakan petugas jaga mesin Ucollect dan siap memandu masyarakat untuk menyetorkan minyak jelantah.
Si ibu yang diketahui bernama Nining warga Gunungpati itu sengaja datang ke SPBU Sultan Agung untuk menyetorkan minyak jelantah di mesin Ucollect.
Minyak jelantah yang dibawanya itu, merupakan hasil pengumpulan ibu-ibu Dasawisma berdasarkan hasil rapat dari kelompok bank sampah.
Menurut Nining, program bank sampah di lingkungan tempat tinggalnya mengharuskan pengumpulan minyak jelantah sebagai salah satu sumber pendapatan yang bisa digunakan untuk keperluan Dasawisma.
”Dari pemerintah kota kan sudah menggalakkan program pilah sampah. Terus yang minyak jelantah kita kumpulkan, dan disetor ke sini (Ucollect). Ini pertama kali, dan nanti uangnya masuk kas Dawis. Kalau sudah banyak bisa buat piknik,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Akhirnya, Nining pulang rumah dengan menenteng dua jeriken kosongnya dengan perasaan senang.
Tak sabar hati Nining menunggu pertemuan Dawis berikutnya, dan seluruh anggota kembali mengumpulkan minyak jelantah dari rumahnya masing-masing.
Memang, sejak 5 Juni 2025 kemarin Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah memasang mesin Ucollect di SPBU Sultan Agung Semarang untuk menampung minyak jelantah dari masyarakat.
Tujuan pengumpulan minyak jelantah bukan hanya mengurangi limbah, tetapi menciptakan potensi pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar.
Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Aribawa mengatakan, mesin Ucollect yang ditempatkan di SPBU Sultan Agung Semarang ternyata cukup diminati masyarakat.
Terbukti, tidak hanya ibu-ibu yang datang ke SPBU Sultan Agung Semarang membawa minyak jelantah saja tetapi juga kaum bapak-bapak tidak mau ketinggalan.
Menurut Aribawa, sejak kali pertama mesin Ucollect ditempatkan di SPBU Sultan Agung pada 5 Juni 2025 kemarin telah terkumpul 1.700 liter minyak jelantah dengan monetisasi kurang lebih Rp9,7 juta.
Aribawa menyebut, untuk menampung antusiame masyarakat menukarkan minyak jelantah menjadi rupiah itu akan ditambah lagi tiga mesin Ucollect di tiga titik di Kota Semarang.
”Dan saat ini juga sudah ada penambahan di tiga titik, dari sebelumnya hanya ada satu titik di SPBU Sultan Agung. Tiga titik yang kita siapkan ada di SPBU Kedungmundu, SPBU Srondol dan satu lagi ada di lokasi CSR kami di wilayah Tugu. Kita terus menambah titik Ucollect, biar masyarakat semakin mudah melakukan penukaran minyak jelantah jadi rupiah,” jelas Aribawa.
Upaya Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah menjadikan Kota Semarang yang bersih dari sampah, disambut positif Tim Penggerak PKK Kota Semarang.
Melalui program pilah sampah dari bank sampah, Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang Lies Iswar Aminuddin menjelaskan, pihaknya telah mengarahkan seluruh kader mengumpulkan minyak jelantah dan ditukarkan menjadi rupiah di mesin Ucollect yang disediakan Pertamina.
Menurutnya, kegiatan pengumpulan minyak jelantah dan ditukar menjadi rupiah tidak hanya mengurangi limbah di lingkungan sekitar tetapi bisa menjadi pemasukan bagi masing-masing rumah tangga.
”Karena itu limbah yang tidak terpakai, dan otomatis pasti dibuang. Kalau kita telaten mengumpul sedikit demi sedikit, pastinya akan menjadi banyak. Tentu ini akan sangat bermanfaat ketika ditukar jadi rupiah, sehingga ini membahagiakan bagi ibu-ibu,” ucap Lies.
Lantas, setelah minyak jelantah itu terkumpul mau dibawa ke mana dan akan dijadikan apa?
Minyak jelantah yang telah terkumpul itu, dibawa ke Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit IV Cilacap.
Kilang Refinery Unit IV Cilacap memulai produksi bioavtur, alias Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku campuran minyak jelantah.
Officer Comrel & CSR Kilang Refinery Unit IV Cilacap Sunaryo Adi Putra menjelaskan, dalam proses pengolahan bioavtur itu menggunakan kilang yang telah ada dengan komposisi pencampuran kurang lebih tiga persen minyak jelantah ke bahan baku avtur dengan penggantian katalis hasil inovasi Technology Innovation Pertamina dengan sebutan Katalis Merah Putih.
”Kita pakai kilang existing atau kilang yang sudah ada, Cuma didesain ulang saja bagian di dalamnya supaya bisa mengolah minyak jelantah. Terus penggantian katalis kolaborasi sama anak bangsa, dari ITB. Jadi ini keberhasilan yang luar biasa, Cilacap bisa rilis perdana SAF,” ujar Sunaryo.
Terminal 3 Bandara International Soekarno-Hatta menjadi saksi karya anak bangsa, penggunaan bioavtur yang berbahan baku campuran minyak jelantah digunakan pesawat Pelita Air dengan rute Jakarta-Bali pada 20 Agustus 2025 kemarin.
Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menyatakan, produksi bioavtur dengan campuran minyak jelantah menunjukkan langkah penting dalam mendukung target dekarbonisasi global dan sekaligus komitmen nasional menuju Net Zero Emission 2060 mendatang.
Menurut Oki, pengembangan energi hijau juga dalam upaya mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto sesuai Asta Cita yang telah dicanangkan.
”SAF ini sudah disepakati menjadi masa depan dunia aviation, dunia penerbangan. Target user-nya adalah seluruh maskapai penerbangan nasional, dan dimulai dari Pelita Air. Dari situ kita berharap memiliki ekosistem yang terintegrasi, mulai dari penyiapan bahan bakunya (used cooking oil) dan produksi masal di kilang Pertamina hingga cita-cita kita menjadi hub ekspor used cooking oil di seluruh dunia,” jelas Oki.
Akhirnya, pesawat Pelita Air dengan nomor penerbangan IP 108 rute Jakarta-Bali menggunakan bahan bakar bioavtur itu sukses terbang mengangkasa dengan bahan bakar ramah lingkungan.
Selama satu jam kurang lebih, Pelita Air nomor penerbangan IP 108 berhasil mendarat mulus di Bandara International I Gusti Ngurah Rai Denpasar.
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina Agung Wicaksono menyebutkan, penerbangan Pelita Air menggunakan bioavtur menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia.
Sebab, bioavtur yang dipakai adalah bahan bakar ramah lingkungan dengan campuran kurang lebih 2,5 persen minyak jelantah sehingga mampu mengurangi emisi karbon.
”Saya merasa tersentuh, karena ini sesuatu yang bersejarah. Sebab, IP 108 ini terbang dengan bahan bakar SAF, bahan bakar berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dan,di sana ada campuran sekitar 2,5 persen used cooking oil atau yang kita sebut minyak jelantah. Jadi dengan minyak jelantah kita mengudara, membuat langit yang lebih bersih dan mengurangi emisi karbon. Hal ini juga menunjukkan bahwa Pertamina berkomitmen untuk menjadi perusahaan yang mendukung keberlanjutan,” ujar Agung.
Bagaimana dengan komentar masyarakat sebagai penumpang pesawat Pelita Air nomor penerbangan IP 108 rute Jakarta-Bali/ karena pesawat yang dinaiki menggunakan bahan bakar ramah lingkungan campuran minyak jelantah.
Seorang penumpang, Meta, mengaku baru kali pertama menggunakan maskapai Pelita Air.
Baginya, menggunakan Pelita Air cukup nyaman walaupun dirinya tidak megetahui jika bahan bakar yang dipakai merupakan campuran minyak jelantah.
”Kalau untuk penerbangan, Alhamdulillah lancar ya. Dan ini pertama saya naik Pelita Air juga. Jadi saya baru tahu kalau ternyata banyak keuntungan naik Pelita Air. Bagi saya cukup menyenangkan,” ujar Meta.
Penumpang lain, Saiful cukup kaget karena Pelita Air memakai bioavtur berbahan baku campuran minyak jelantah untuk mengudara.
Menurutnya, memang sudah saatnya Indonesia menggunakan bahan bakar ramah lingkungan di setiap moda transportasi.
”Saya ikut senang, mas. Baru tahu juga kalau Pelita Air menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan. Kemudian cukup kaget juga, lho berarti ini pesawat pertama yang kita naiki itu pakai bahan bakar ini gitu lho. Keren juga Pertamina ya,” imbuh Saiful dengan bangga.
Dengan semakin masif Pertamina memproduksi bahan bakar campuran minyak jelantah, harapannya langit Nusantara akan semakin indah dan tidak makin tercemar dengan gas pembuangan tidak ramah lingkungan.
Harapannya juga, lingkungan sekitar semakin lestari karena minyak jelantah tidak dibuang ke saluran air atau mengotori permukiman warga.
Lestari alamku, lestari negeriku, dari minyak jelantah menghasilkan energi yang ramah. (Bud)