
Palembang, Idola 92.6 FM – Limbah cair menjadi salah satu persoalan di kawasan perkotaan. Banyaknya fasilitas publik seperti rumah sakit, pasar tradisional/modern, hingga kantor instansi pemerintahan membuat saluran limbah cair memenuhi kawasan.
Nah, atas persoalan itu, sosok satu ini, merancang teknologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan metode sederhana, murah dan efektif. Ia menyebutnya IPAL Mursitt (Mudah, Murah, Sederhana, Efektif, Teruji, dan Terpadu). Sosok itu adalah Edwin Permana, perancang instalasi pengolahan air limbah (IPAL) ekonomis berbahan lokal.
Pada umumnya ada beberapa teknologi IPAL yang digunakan untuk mengolah limbah cair, seperti rotating biological contactor (RBC), aerasi kontak, Reverse Osmosis dan Biofilter. Di Indonesia, teknologi pengolahan yang paling sering digunakan adalah dengan biofilter.
Dilansir dari Gatra (15/11/2019), biofilter merupakan metode pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme. Secara alamiah mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang di permukaan media. Teknologi ini dianggap paling efisien dan efektif mengolah limbah cair.
Teknologi biofilter yang digunakan Edwin berbeda dengan biofilter pada umumya. Pertama, kebanyakan IPAL biofilter menggunakan dinding fiber. Sementara Edwin menggunakan beton agar dinding IPAL lebih kuat. Menurut Edwin, fiber IPAL lebih rentan bocor daripada beton. Beton bisa sampai 20 tahun.
Kedua, Edwin mengganti media-media untuk proses biofilter. Kebanyakan proses biofilter menggunakan material papan plastik dengan struktur sarang tawon (noneycomb). Disebut sarang tawon karena papan tersebut dibuat berongga-rongga.
Berbeda dengan IPAL Edwin, bahan-bahannya lebih sederhana seperti, tempurung kelapa, kulit kerang hingga bekas botol yakult. Edwin mengatakan beberapa bakteri yang tersisa di bekas botol yakult dapat mengurai zat-zat yang ada di limbah cair. Selain itu, Biaya pembuatan IPAL yang dirancang Edwin sangat ekonomis.
โUntuk IPAL pribadi saya sekitar 20 orang. Saya pernah mengerjakan tiga proyek punya pemerintah, kalau saya pribadi… kebanyakan saya kerjakan di swasta-swasta. Pabrik-pabrik swasta. Mengerjakan IPAL itu mahakarnya, setiap tempat beda-beda,โtutur Edwin kepada radio Idola, pagi (23/06) tadi.
Teknologi sederhana berbasis bahan lokal karya Edwin ini mengantarkannya menyabet juara 1 dalam kompetisi Smart Living Challenge untuk kategori pengolahan air limbah di Stockholm, Swedia akhir tahun 2014. Dalam kompetisi itu, Edwin harus melalui tahapan presentasi hingga wawancara.
Bahkan, Duta Besar Swedia untuk Indonesia waktu itu, Johanna Brismar Skoog, ikut memastikan keunggulan teknologi IPAL Edwin. Hasilnya, Edwin diputuskan juara dan menyingkirkan peserta sekitar 1000 orang dari 32 negara.
Atas apa yang dilakukan, pemuda kelahiran kelahiran kota Manna/Bengkulu Selatan ini, mendapat penghargaan dari Swedia berupa sertifikat Diploma Waste water Treatment Process (Dipl.WWTP).
Edwin yang dikenal sebagai akademisi, praktisi, peneliti, dan penulis ini, baru-baru ini merampungkan tulisan buku perdananya. Buku itu berjudul โBuku Pegangan Dasar Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit.โ Saat ini, buku itu resmi beredar di pasaran.
Kini, pria yang berdomisili di Kota Palembang Sumatera Selatan itu, sekarang jadi dosen terbang/dosen luar biasa/dosen tamu/dosen pakar untuk kuliah umum/kuliah pakar dan sebulan sekali/ meninjau proyek pembangunan IPAL di pasar tradisional modern dan IPAL RSU swasta.
Dengan keberadaan IPAL tersebut, ia berharap kondisi sungai-sungai di Indonesia bisa sebersih di Eropa.
Selengkapnya, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama Edwin Permana, sosok peduli lingkungan, akademisi, dan perancang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ekonomis berbahan lokal.ย (yes/her)
Simak podcast wawancaranya: