Global Chief Economist Juwai IQI, Shan Saeed mengemukakan, Indonesia berpeluang besar merebut kembali sorotan ekonomi dunia dengan strategi reformasi yang tepat. Saeed merupakan ekonom berpengalaman lebih dari 25 tahun di pasar keuangan global, makroekonomi, dan real estate. (Foto: Istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM-Indonesia berpeluang besar merebut kembali sorotan ekonomi dunia dengan strategi reformasi yang tepat. Hal ini ditegaskan oleh Global Chief Economist Juwai IQI, Shan Saeed, dalam keterangannya Senin (1/9) seperti dilansir dari Tribunews.com.

“Setelah bertahun-tahun tumbuh stabil namun belum spektakuler, negara ini harus berani melakukan pivot besar agar bisa naik kelas dari ekonomi menengah ke negara berpendapatan tinggi,” kata Saeed, ekonom berpengalaman lebih dari 25 tahun di pasar keuangan global, makroekonomi, dan real estate.

Menurutnya, pelajaran berharga bisa diambil dari Jerman yang sempat dijuluki “The sick man of Europe” pada awal 2000-an, tetapi dalam satu dekade mampu berubah menjadi jangkar ekonomi Eropa.

“Kuncinya adalah reformasi struktural, investasi pendidikan, dan kolaborasi erat antara dunia industri dan akademik. Indonesia bisa mengikuti jejak ini,” ujarnya.

Selamat atas dilantiknya Hadi Santoso, Ketua DPW PKS Jawa Tengah.

Saeed optimistis Indonesia dapat mendorong pertumbuhan lebih tinggi dari proyeksi 5 persen per tahun. “Dengan reformasi di bidang keterampilan dan infrastruktur, laju pertumbuhan bisa naik ke kisaran 5,4 persen sampai 5,5 persen,” katanya.

Ia juga menilai transformasi ekonomi akan berdampak langsung pada pendapatan per kapita. Dari posisi sekitar US$ 5.100 pada 2023, angka ini diproyeksikan bisa naik ke US$ 7.200 pada 2028, bahkan menembus US$ 14.000 pada 2045.

“Itu akan membawa Indonesia tegas masuk kategori upper-middle income,” jelasnya.

Lebih jauh, Saeed menekankan pentingnya empat pilar reformasi: program kepemimpinan berbasis kecerdasan buatan bagi lulusan menganggur, pendidikan gratis bahasa Inggris dan matematika, kolaborasi industri-akademik, serta investasi berkelanjutan di infrastruktur.

“Infrastruktur yang macet bisa memangkas satu poin persentase pertumbuhan. Jika bottleneck ini diatasi, momentum ekonomi akan kembali. Terutama di logistik, konektivitas digital, dan energi,” paparnya.

Ia menutup dengan keyakinan bahwa Indonesia tetap menjadi perhatian investor global. “Personally, I am buoyant on the economic outlook of Indonesia. Negara ini terus berada di radar investor dunia,” ujar ekonom lulusan University of Chicago Booth School of Business tersebut. (her/dav)