Semarang, Idola 92,6 FM-Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra mengatakan pembangunan ekonomi Indonesia harus berlandaskan etika, adab dan pemahaman sejarah bangsa. Hal itu dikatakan dalam acara serial bedah buku ketiga bertajuk “Refleksi Tiga Jalan Menuju Bangsa Beradab” di kantor KPw BI Jateng, Jumat (21/11).
Rahmat menjelaskan, pemahaman sejarah merupakan akar penting dalam membangun karakter ekonomi yang kuat dan beradab.
“Ekonomi itu harus dibangun dengan etika oleh adab dan pemahaman kita akan sejarah bangsa Indonesia, sejarah kita sendiri,” kata Rahmat.
Menurut Rahmat, sejarah memberi arah dan landasan moral dalam menyusun kebijakan ekonomi yang berkeadilan.
Selain sejarah, pentingnya sains sebagai pilar cara berpikir metodologis dalam mengambil keputusan.
“Saya mencontohkan penjelasan Prof. Bagus Mulyadi dalam bedah buku sebelumnya, bahwa kearifan lokal pun dapat menjadi sumber sains. Mulai dari poros Merapi–Keraton–Laut Selatan hingga tradisi penyimpanan ari-ari bayi yang secara modern berkaitan dengan konsep penyimpanan sel punca. Berpikir bijaksana secara filosofis juga bisa menjadi dasar lahirnya sains,” jelasnya.
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, pilar ketiga adalah filsafat yang menjadi pengikat antara sejarah dan sains.
Filsafat mengajarkan manusia, untuk mencari yang terbaik bagi diri sendiri dan masyarakat luas.
“Bahwa ahwa pemikiran filosofis inilah yang membuat kebijakan ekonomi dapat diarahkan pada nilai kebaikan dan keadilan,” imbuhnya.
Rahmat juga menyinggung pentingnya mempelajari sejarah tokoh nasional, seperti Pangeran Diponegoro yang disebut Prof. Peter Carey sebagai figur penting dalam perjuangan ekonomi dan keadilan.
“Pangeran Diponegoro sudah bicara soal perdagangan yang adil sejak tahun 1800-an. Beliau tidak anti asing, tapi meminta berdagang secara adil. Itu dasar dari fair trade,” ujarnya.
Oleh karena itu, Rahmat mengajak generasi muda untuk membangun karakter ekonomi yang beretika dan beradab.
“Tidak ada yang instan. Kita harus mendidik diri sendiri, keluarga, dan masyarakat agar memahami bahwa segala sesuatu dicapai dengan proses panjang dan adab,” pungkasnya. (Bud)












