Semarang, Idola 92,6 FM-OJK menilai, stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah dinamika global dan domestik.
International Monetary Fund merevisi ke atas, proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 20 bps menjadi 3,0 persen pada 2025 dan 10 bps menjadi 3,1 persen pada 2026.
Revisi tersebut didorong front-loading menjelang kenaikan tarif, serta tarif efektif Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari rencana awal maupun perbaikan kondisi likuiditas global serta kebijakan fiskal yang akomodatif.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan World Trade Organization (WTO) juga memerkirakan perdagangan global 2025 tumbuh 0,9 persen, lebih tinggi dari perkiraan (sebelumnya -0,2 persen) terutama karena peningkatan front loading impor Amerika Serikat. Pernyataan itu disampaikan melalui siaran pers, kemarin.
Mahendra menjelaskan, untuk di Amerika Serikat, perekonomian masih stabil meski dampak tarif mulai terlihat pada inflasi dan pelemahan pasar tenaga kerja.
Selain itu, tensi perang dagang mereda seiring keputusan Amerika Serikat untuk menurunkan tarif lebih rendah dibanding tarif awal meskipun kebijakan tarif masih cukup restriktif terutama terhadap negara-negara BRICS.
“Perkembangan di negara utama lain menunjukkan kondisi yang beragam. Di Tiongkok, pemulihan ekonomi masih tertahan dengan menurunnya sentimen konsumen dan dunia usaha. Sementara di Eropa, pertumbuhan masih ditopang permintaan domestik, meski zona manufaktur menunjukkan pelemahan yang tercermin dari angka Purchasing Managersโ Indeks (PMI) yang tetap di zona kontraksi dan penurunan industrial production,” kata Mahendra.
Menurut Mahendra, perkembangan tersebut meningkatkan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter global yang mendukung penguatan pasar keuangan global serta aliran dana ke emerging markets termasuk Indonesia.
“Perekonomian domestik mencatatkan tingkat pertumbuhan yang solid. Sementara itu, intermediasi di sektor jasa keuangan menunjukkan pertumbuhan yang positif sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik,” jelasnya.
Lebih lanjut Mahendra menjelaskan, untuk di pasar modal, IHSG mencetak rekor tertinggi di Agustus 2025 meskipun dinamika dalam negeri dalam sepekan terakhir berdampak terbatas pada volatilitas pasar saham.
Berdasarkan asesmen atas kondisi lembaga jasa keuangan (LJK), tingkat likuiditas masih dalam level yang memadai dan didukung solvabilitas yang cukup baik. (Bud)