
Semarang, Idola 92,6 FM-Pemprov Jawa Tengah mendorong implementasi ekonomi sirkular dalam aktivitas industri, yang menyisakan sampah kemasan.
Langkah tersebut menjadi salah satu strategi, untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng Widi Hartanto mengatakan komposisi sampah yang diproduksi Jateng utamanya masih sampah organik, yaitu sampah makanan yang punya persentase sebesar 40 persen dari total keseluruhan sampah yang dibuang. Hal itu dikatakan saat menjadi pembicara di diskusi Circular Economy Forum 2025 yang diselenggarakan Bisnis Indonesia dan DLHK Jateng serta didukung Coca Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia dan Kawasan Industri Wijayakusuma, Rabu (16/7).
Menurut Widi, ada 20 persen sampah yang terbuang adalah sampah plastik dan sisanya sampah kertas serta karton.
“Masih ada 37 persen sampah yang terbuang ke lingkungan, masih ada pembakaran sampah dan ditimbun di pekarangan. Ini perlu di-treatment, perlu upaya yang sangat besar untuk menangani masalah sampah sampai ke tingkat desa,” kata Widi.
Widi menjelaskan, dengan menerapkan prinsip ekonomi sirkular, maka tumpukan sampah tersebut masih memiliki nilai ekonomi tersendiri.
“Botol minuman kemasan itu bisa dijual, termasuk kertas, koran itu bisa. Sebenarnya semua bernilai ekonomi, hanya tinggal kita mau enggak untuk melakukan pemilahan di rumah,” jelasnya.
Pakar Ekonomi Lingkungan sekaligus Wakil Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Unnes Prof. Amin Pujiati menjelaskan, ekonomi sirkular dapat menjadi alternatif solusi pengelolaan sampah di Jateng.
Namun demikian, prinsip tersebut masih menyisakan sejumlah tantangan untuk bisa diterapkan.
Menurutnya, kendala tersebut yang menjadikan implementasi ekonomi sirkular terkesan tidak banyak memberikan dampak positif.
“Kendala terbesar saat ini adalah keterbatasan sumber daya manusia dan kesadaran. Jadi, penanganan limbah ini paling banyak dibuang, yang dikelola hanya sedikit saja. Dalam konteks ekonomi sirkular pada sektor pangan, yang sudah banyak dilakukan itu adalah repurpose,” ujar Prof Amin.
Sementara Regional Public Affairs Manager CCEP Indonesia Armytanti Hanum Kasmito menyebut, pihaknya menjadi salah satu perusahaan yang telah berhasil menerapkan prinsip ekonomi sirkular.
Armytanti menjelaskan, mekanisme pengelolaan sampah kemasan di perusahaannya dimulai dengan upaya mengumpulkan kembali plastik kemasan yang diproduksi melalui Collection Center yang dibangun di beberapa lokasi.
Ada 36 collection center yang telah dibangun CCEP di Indonesia, dan tiga di antaranya berada di Jateng.
“Sepanjang 2024, CCEP berhasil mengelola 30 ribu ton sampah plastik yang dikumpulkan melalui fasilitas collection center. Itu sudah lebih dari 50 persen total kemasan plastik yang kami produksi,” ucap Armytanti. (Bud)