Semarang, Idola 92,6 FM-Melalui forum strategis bertajuk Arah Pembangunan Jawa Tengah 2025-2045, pemprov menegaskan transformasi ekonomi dan tata kelola serta sosial sebagai tiga pilar utama pembangunan daerah.
Pemprov Jateng mengakselerasi langkah menuju Indonesia Emas 2045, dengan menekankan kebijakan pembangunan jangka panjang yang terintegrasi.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah Zulkifli mengatakan dibutuhkan upaya untuk menjaga ketahanan ekonomi, dalam menghadapi kondisi global yang penuh gejolak. Hal itu dikatakan di sela diskusi tentang Ketahanan Ekonomi Jateng di Masa Sableng di Gedung Merah Putih Semarang yang diadakan FWPJT bersama Setwan DPRD didukung Bank Jateng Rabu (16/7).
Menurut Zulkifli, Jateng akan menjadi pusat ketahanan pangan dan rantai industri nasional yang memanfaatkan posisi strategisnya antara Jakarta dan Surabaya.
“Kita hidup di masa โsablengโ, situasi global yang tak menentu. Maka, pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Harus ada transformasi menyeluruh, dari tata kelola hingga ekosistem sosial dan lingkungan,” kata Zulkifli.
Zulkifli menjelaskan, tiga arah transformasi utama yang diusung adalah Jateng Sigap (tata kelola adaptif dan Jateng Makmur (penguatan sektor ekonomi unggulan) serta Jateng Nyaman (transformasi sosial).
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Akhmad Syakir Kurnia menambahkan, pembangunan Jateng harus dilandasi ketahanan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.
Syakir menjelaskan, tantangan kemiskinan perdesaan menjadi hal tersendiri yang harus diantisipasi.
Selain itu juga pentingnya membangun daya tahan masyarakat akar rumput, melalui efektivitas layanan dasar.
“Pertumbuhan ekonomi itu seperti berlari. Tapi seberapa kuat kita berlari, dan apakah kita punya โmesinโ yang cukup untuk melakukannya terus-menerus?” ujar Syakir.
Sementara Ketua Umum BPD Hipmi Jateng Teddy Agung Tirtayadi, menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif, dalam penguatan industri kecil menengah (IKM) agar mampu bersaing di pasar nasional dan global.
Teddy menyebut, Hipmi Jateng telah menerapkan berbagai model kemitraan strategis antara pelaku IKM dan industri besar serta pemerintah daerah.
“IKM itu tangguh. Tapi kalau kerja sendiri, mereka rentan. Butuh kolaborasi nyata agar mereka bisa naik kelas,” ujar Teddy. (Bud)