Di tengah kepungan banjir bandang yang melumpuhkan Aceh Tamiang pada akhir November 2025, tersimpan kisah kemanusiaan penuh keberanian tersaji. Prajurit TNI dari Batalyon Infanteri 111 Karma Bhakti mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan seorang ibu hamil yang hendak melahirkan di tengah kepungan air setinggi lima meter. (Foto Dok. Badan Komunikasi Pemerintah)

Aceh Tamiang, Idola 92.6 FM-Di tengah kepungan banjir bandang yang melumpuhkan Aceh Tamiang pada akhir November 2025, tersimpan kisah kemanusiaan penuh keberanian tersaji. Prajurit TNI dari Batalyon Infanteri 111 Karma Bhakti mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan seorang ibu hamil yang hendak melahirkan di tengah kepungan air setinggi lima meter.

Peristiwa ini bermula pada 26 November 2025, saat air mulai merendam Kompi Senapan A dengan sangat cepat. Di tengah kepanikan, terdapat tiga ibu hamil yang harus segera dievakuasi, salah satunya adalah istri salah satu anggota TNI yang sudah memasuki masa Hari Perkiraan Lahir (HPL).

Rakit Pelepah Pisang Jadi Penyelamat

Situasi berubah menjadi kritis ketika air mencapai atap bangunan (sekitar 5 meter). Tim SAR yang kewalahan membuat para prajurit harus memutar otak. Dengan peralatan seadanya, mereka menebang pohon pisang di sekitar lokasi dan merakitnya menggunakan tali-temali untuk dijadikan sarana evakuasi darurat.

Kapten Infanteri Riosi Supajaya Pratama, selaku Komandan Kompi Senapan A, Batalyon Infanteri 111 Karma Bakti, menceritakan betapa gentingnya situasi saat itu.

“Kami berinisiatif membuat rakit dari pohon pisang. Kami turunkan ibu tersebut dari lantai dua ruko tempat pengungsian menuju rakit. Ada sekitar 10 anggota yang mengawal dan mendorong rakit tersebut menerjang arus yang sangat kuat, terutama di depan kantor Bupati di mana banyak rumah dan mobil hanyut,” ujar Kapten Riosi, Selasa (23/12).

Perjalanan yang biasanya hanya memakan waktu singkat, harus ditempuh selama tiga jam lebih untuk mencapai bidan desa, namun nahas, peralatan medis di sana tidak memadai. Para prajurit tidak menyerah; mereka terus mendorong rakit sejauh 8 km menuju RSUD Aceh Tamiang.

Setibanya di RSUD, kenyataan pahit kembali menanti. Rumah sakit tersebut ikut tenggelam dan tidak ada tenaga medis yang tersedia. Padahal, kondisi sang ibu sudah mengalami pembukaan ketiga dan perut mulai kram hebat. Keputusan berisiko diambil: membawa sang ibu menuju Sumatera Utara.

“Kami gambling, mencoba bagaimana caranya agar segera sampai ke Pangkalan Brandan. Kami mendorong ibu tersebut menggunakan keranda tempat tidur rumah sakit sejauh hampir 10 km melewati daerah yang banjirnya tidak terlalu dalam, hingga akhirnya berhasil menumpang kendaraan menuju perbatasan,” lanjut Kapten Riosi, dalam siaran pers Badan Komunikasi Pemerintah.

Akhir Bahagia di Rumah Sakit Putri Bidari

Setelah perjalanan panjang yang memakan waktu hampir satu hari satu malam melalui berbagai moda transportasi—mulai dari rakit pisang, keranda dorong, hingga perahu boat—rombongan akhirnya tiba di Rumah Sakit Putri Bidari, Pangkalan Brandan, Sumatera Utara pada 1 Desember 2025.

Berkat ketangguhan fisik dan mental para prajurit TNI serta daya tahan sang ibu, proses persalinan secara sesar berhasil dilakukan dengan selamat. Kini, ibu dan bayi tersebut telah kembali ke rumah dalam keadaan sehat.

Aksi heroik ini menjadi bukti nyata semboyan TNI yang selalu hadir di tengah kesulitan rakyat, bahkan saat alam tak lagi bersahabat. (her/dav)