Semarang, Idola 92.6 FM-Isu mengenai dampak buruk media social saat ini semakin banyak dibicarakan di berbagai Negara termasuk Indonesia. Berbagai Negara pun mulai mengambil langkah membatasi penggunaan media sosial bagi anak.
Kita ketahui, sejumlah riset terbaru menunjukkan bahwa paparan media sosial sejak usia dini membawa dampak yang tidak sederhana. Mulai dari kecanduan gawai, gangguan konsentrasi belajar hingga isu kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Bahkan, beberapa negara mulai mengambil langkah tegas. Yang terbaru adalah Australia, yang memutuskan melarang anak di bawah umur memiliki akun media sosial.
Indonesia menargetkan penerapan pembatasan serupa pada tahun 2026. Kementerian Komunikasi dan Digital menyebutkan, implementasi penuh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) akan dimulai 1 Maret 2026. Proses konsultasi publik peraturan turunan sudah selesai. Saat ini, pemerintah sedang menggelar uji petik kepada anak pengguna platform daring. Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, saat konferensi pers “Deklarasi Arah Indonesia Digital: Terhubung, Tumbuh, Terjaga,” baru-baru ini.
Hal ini berarti, saat ini kita sedang memasuki fase transisi—fase yang membutuhkan banyak persiapan: dari edukasi kepada orangtua, guru, dan masyarakat luas hingga bagaimana pemerintah mengatur, mensosialisasikan, dan mengkomunikasikan kebijakan ini dengan tepat pada masyarakat.
Lalu, apa saja sebenarnya dampak media sosial terhadap anak? Apa yang harus disiapkan dalam masa transisi menuju aturan pembatasan media social pada anak di tahun 2026? Dan, bagaimana memastikan kebijakan ini bisa diterima dan dipahami masyarakat secara tepat?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Pengamat pendidikan/ Wakil Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr Martadi, M.Sn dan Direktur Kebijakan Publik Raksha Initiatives, Wahyudi Djafar. (her/yes/dav)
Simak podcast diskusinya:














