Semarang, Idola 92.6 FM – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mencatat, sekitar 80 persen anak-anak di Indonesia mengalami situasi fatherless atau tidak hadirnya sosok ayah dalam kehidupan mereka. Fatherless merujuk pada situasi di mana anak tidak mendapatkan pengasuhan, kehadiran, atau peran ayah yang memadai meskipun ayah secara fisik masih ada. Fenomena ini membawa dampak signifikan bagi perkembangan anak, baik secara psikologis maupun emosional.
Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2021, sekitar 20,9 persen anak Indonesia kehilangan peran dan kehadiran ayah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun yang diasuh secara penuh oleh kedua orang tua, baik ibu maupun ayah. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar dalam peran pengasuhan orang tua, khususnya peran ayah.
Sejumlah kalangan menilai, fenomena fatherless ini perlu menjadi perhatian serius. Sebab, peran ayah dalam proses tumbuh kembang anak sangat besar terutama dalam membentuk karakter sebagai bekal masa depan mereka.
Lalu, apa persisnya dampak buruk bagi anak yang mengalami fatherless? Apa pula yang mesti kita lakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang peran penting keterlibatan ayah pada pengasuhan anak? Apakah negara sudah mengidentifikasi permasalah fatherless ini? Lalu, apa langkah pemerintah dalam mengedukasi keluarga Indonesia bahwa peran ayah sangatlah penting bagi tumbuhnya generasi hebat?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Euis Sunarti (Guru Besar Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga IPB University) dan T. Novi Poespita Candra, PhD (Pengamat Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: