Semarang, Idola 92.6 FM-Kemajuan teknologi seolah membuka lebih banyak peluang bagi generasi muda untuk terhubung. Namun, di balik itu, remaja masa kini juga makin terjebak dalam kesepian dan tekanan psikologisโterutama di kota-kota besar.
Berdasarkan Jajak Pendapat Kompas terhadap 512 responden menunjukkan sebanyak 19,97 persen atau satu dari lima orang Indonesia mengaku kesepian setidaknya sekali dalam sepekan. Sepertiga di antaranya bahkan merasa kesepian hampir tiap hari.
Angka ini mirip laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), โFrom Lonelines to Social Connectionโ tahun 2025// Disebutkan bahwa prevalensi kesepian di Asia Tenggara mencapai 18,3 persen berdasarkan data 2014-2023.
Dalam Jajak Pendapat Kompas, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi dengan persentase terbesar untuk responden yang merasa kesepian, yaitu 66,07 persen. Kota Yogyakarta juga menempati skor tertinggi di antara 30 kota besar dengan skor 74,9 poin dalam indeks kota rentan kesepian. Peringkat berikutnya sebagai kota yang rentan kesepian yakni: Jakarta Pusat sebesar 65,6 persen, Makassar 54,5 persen, Surakarta 49,8 persen, dan Jakarta Selatan 43,5 persen.
Indeks disusun berdasarkan 12 variabel yang diidentifikasi WHO sebagai pendorong diskoneksi sosial seperti: persentase rumah tangga satu orang, jumlah orang lansia, angka pengangguran, akses ke ruang publik dan fasilitas olahraga, layanan kesehatan jiwa, serta status pernikahan.
Lalu, membaca fenomena warga di kota-kota besar di Indonesian yang rentan dilanda kesepian? Apa artinya? Apa dampak kesepian bagi warga jika kesepian tak ditangani serius atau dibiarkan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dr. A.B. Widyanta, M.A. (Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta), Linda Maysha (Psikolog), dan Harsono Hadi (Happy Learning Coach – Book Author Best Seller #JanganLupaBahagia (2014)). (her/yes/dav)
Simak podcast diskusinya: