
Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Prabowo Subianto menuntaskan lawatannya selama enam belas hari di Arab Saudi, Brasil, dan sejumlah negara Uni Eropa. Lawatan ini seolah membawa babak baru kedekatan Indonesia dengan sejumlah Negara Uni Eropa.
Sejumlah capaian penting dari lawatan Presiden Prabowo semakin memperkuat posisi strategis Indonesia di panggung global. Di Brussels Belgia, salah satu pencapaian penting yang menjadi terobosan baru adalah tercapainya kesepakatan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa. Negosiasi yang sudah berlangsung 10 tahun dan sembilan belas putaran akhirnya selesai.
Dengan tercapainya kesepakatan CEPA, tarif ekspor Indonesia ke Uni Eropa saat ini menjadi nol persen. Dari sebelumnya ada yang 10 persen hingga 20 persen. Adanya kesepakatan ini tentu saja diharapkan mendukung investasi, industri, dan ekonomi. Selain itu, dengan populasi mencapai 700 juta jiwa, CEPA dapat membuka akses Indonesia ke Eropa secara lebih luas.
Bukan hanya itu, Uni Eropa memberikan kemudahan lain bagi warga Indonesia yang berkunjung ke negara-negara anggota Uni Eropa. Dampaknya, sejak 13 Juli 2025, warga Indonesia yang mengunjungi negara Eropa untuk kedua kalinya berhak mendapatkan visa Schengen jenis multi-entry. Ini memungkinkan pemegang visa untuk keluar masuk wilayah Uni Eropa berkali-kali selama masa berlaku visa.
Sementara itu di Prancis, Indonesia mencetak sejarah baru sebagai tamu kehormatan dalam Parade Militer Bastille Day. Undangan khusus dari Presiden Prancis Emmanuel Macron kepada pemimpin negara yang tidak terjadi setiap tahun itu, menunjukkan tingginya kepercayaan Prancis terhadap Indonesia.
Lalu, melihat hasil lawatan Presiden Prabowo ke Eropa dan sejumlah negara; seberapa besar pengaruhnya bagi pamor Bangsa Indonesia di mata internasional? Peluang apa yang bisa kita manfaatkan untuk kemajuan perekonomian Indoensia dan bidang strategis lainnya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana dan Wakil Dekan FEB Universitas Indonesia, Kiki Verico, Ph.D.ย (her/yes/dav)
Simak podcast diskusinya: