Presiden Prabowo Subianto. (Photo/Istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM-Presiden RI Prabowo Subianto mengungkap adanya mazhab baru dalam ekonomi, yakni ‘serakahnomics.’ Fenomena ini adalah praktik keserakahan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat hingga mengancam konstitusi.

Istilah ini disampaikan Presiden dalam pidato di Penutupan Kongres Partai Solidaritas Indonesia tahun 2025, Minggu (20/7) malam–sebagai bentuk kritik terhadap elite yang terus menggerogoti kekayaan negara tanpa rasa jera. Mereka tak lagi mengindahkan moral, hukum, maupun kepentingan bangsa.

Prabowo prihatin karena meskipun Indonesia memiliki kekayaan luar biasa tapi masih banyak pihak yang bertindak seperti maling dan tidak jera meski telah diberi peringatan berulang kali. Ia menyebut para pelaku tersebut tidak lagi bertindak rasional, melainkan didorong oleh keserakahan yang mengakar.

Prabowo mewanti-wanti para ‘pengikuti mazhab serakahnomics’ bahwa dirinya dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming telah disumpah untuk menjalankan Undang-undang Dasar 1945, serta menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia juga menyinggung kerugian negara akibat praktik kejahatan ekonomi yang tembus Rp100 triliun per tahun// Presiden pun memberi sinyal akan adanya langkah tegas dari pemerintah terhadap praktik ekonomi yang merugikan rakyat dan melanggar hukum. Presiden menekankan, “Tunggu tanggal mainnya!”

Lalu, membaca pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mewanti-wanti segelintir pihak yang disebutnya mengikuti Mazhab “Serakahnomics”; apa maksud di baliknya? Dan, peringatan ini Presiden Prabowo ini sebenarnya ditujukan pada siapa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dr. A.B. Widyanta, M.A. (Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta) dan Dr Azmi Syahputra (Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti dan Sekjend Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki)). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: