Salah satu armada kapal yang dimiliki PIS tengah mengarungi lautan.

Semarang, Idola 92,6 FM-Tidak banyak yang tahu, di balik nyala lampu di rumah-rumah kita setiap malam, ada para penjaga energi yang bekerja jauh dari daratan.

Mereka adalah pelaut-pelaut tangguh Pertamina International Shipping (PIS), yang setiap harinya menembus badai, menantang ombak raksasa hingga siaga dari ancaman perompak demi memastikan energi nasional tetap mengalir tanpa henti.

Bagi Captain Andhika Dwi Cahyo, lautan bukan sekadar bentangan biru, tapi ruang perjuangan.

Captain Andhika pernah menakhodai kapal tanker minyak mentah, di perairan Tanjung Harapan, Afrika Selatan—wilayah yang terkenal dengan ombaknya yang buas.

“Kami pernah dihantam ombak setinggi sembilan meter, seperti menghadapi tembok air raksasa. Tapi tugas harus tetap jalan,” kenang Captain Andhika dikutip dari rilis.

Kini, Captain Andhika bertugas di kapal Pertamina Gas 1 dan bangga melihat pelaut Indonesia makin dihargai di dunia internasional karena keuletan dan profesionalismenya.

“Pelaut Indonesia itu tangguh. Kita tidak kalah dari pelaut luar negeri. Hanya saja, kita harus terus memperbarui pengetahuan dan memahami regulasi pelayaran internasional yang terus berubah,” jelasnya.

Berbeda dengan Captain Andhika, Captain Adi Nugroho memiliki kisah yang penuh ketegangan.

Dalam tiga dekade berlayar, ancaman perompak menjadi bayangan yang selalu mengintai.

“Di sekitar Palawan, Filipina, ada modus perompak menyamar sebagai nelayan yang menawarkan ikan. Kapalnya kecil tapi cepat, dan mereka membawa senjata,” cerita Captain Adi.

Meski belum pernah diserang langsung, Captain Adi dan krunya selalu siaga menjalankan protokol pengamanan dengan disiplin tinggi.

“Tantangan pelaut kita itu bukan cuma cuaca atau jarak, tapi juga komunikasi. Bahasa Inggris sangat penting karena dunia pelayaran makin global,” ujar Captain Adi yang kini memimpin kapal PIS Papandayan.

Dari sudut lain dek kapal, ada sosok Eka Retno Ardianti, seorang 3rd Officer di kapal PIS Natuna.

Bagi Eka, lautan bukan tempat menakutkan, tapi jalan hidup yang membebaskannya.

“Saya suka traveling, dan jadi pelaut itu seperti mimpi yang hidup. Saya bisa kerja sambil melihat dunia,” ucapnya sambil tersenyum.

Meski sempat ditentang orang tua karena anggapan bahwa dunia pelaut hanya untuk laki-laki, Eka membuktikan bahwa perempuan pun mampu berlayar sejajar.

“Di PIS, semua dinilai dari kemampuan, bukan gender. Saya merasa aman dan didukung penuh,” imbuhnya.

Kini, lebih dari 5.300 pelaut bergabung dalam armada PIS — dari kapten hingga kadet — semua menjadi bagian penting dalam menjaga rantai pasok energi nasional.

PIS memastikan para pelautnya bekerja dengan aman dan sejahtera, terbukti dengan pencapaian zero fatality dan 40,5 juta jam kerja aman, hasil dari budaya keselamatan dan kesejahteraan yang terus dijaga.

Transformasi besar juga terus dilakukan.

Dari 106 kapal yang dimiliki, lebih dari separuh telah mendapatkan nilai sangat baik dalam Ship Inspection Report (SIRE) dan dipercaya beroperasi di perairan global.

Corporate Secretary PIS Muhammad Baron menyatakan, rute pelayaran PIS menjangkau 50 lintasan internasional dengan kantor cabang di Singapura, Dubai dan London, menjadi bukti nyata kiprah pelaut Indonesia di kancah dunia.

“Para pelaut adalah tulang punggung PIS. Kami tidak hanya menjaga operasionalnya, tapi juga memastikan mereka berkembang dan diakui secara global,” sebut Baron.

Dari ombak tinggi hingga senja di tengah samudra, para pelaut PIS terus berlayar.

Mereka bukan hanya pengantar energi, tapi juga pembawa semangat: bahwa dari lautan luas, Indonesia terus bergerak—tangguh, berdikari, dan penuh harapan. (Bud)