Semarang, Idola 92.6 FM-Wacana pemilihan kepala daerah tak lagi dipilih oleh rakyat atau tak langsung kembali bergulir. Kali ini dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dalam pidato memperingati Hari Lahir PKB baru-baru ini. PKB berharap, ada dua pola dalam pemilihan kepala daerah. Kedua pola itu yakni: gubernur dipilih oleh pemerintah pusat, sementara bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD.
Menurut Cak Imin, gagasan tersebut merupakan amanat hasil pertemuan NU di beberapa kali musyawarah nasional (Munas). Munas memerintahkan kepada PKB untuk mengkaji ulang pemilihan kepala daerah secara langsung. Pertimbangannya, pertama, biaya politik tinggi karena seluruh kepala daerah habis biaya mahal untuk menjadi kepala daerah dan terkadang tidak rasional. Kedua, Pemerintah daerah masih bergantung pada pemerintah pusat dalam seluruh aspek karena belum bisa mandiri atau otonom.
Wacana yang diusulkan Cak Imin tersebut menuai beragam reaksi. Ada yang pro dan ada yang kontra. Mereka yang pro salah satunya adalah Partai Golkar. Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia menyampaikan, usulan kepala daerah tak langsung atau melalui DPR atau DPRD sudah lama diusulkan partainya. Salah satu pertimbangannya, besarnya ongkos politik pelaksanaan Pilkada Langsung.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyebut, usulan Cak Imin agar pemilihan kepala daerah tak digelar secara langsung lagi merupakan hal yang wajar. Namun menurutnya, jika gubernur ditunjuk oleh pemerintah pusat, berpotensi inkonstitusional.
Mencoba menengahi polemik, Ketua DPR RI Puan Maharani menilai, semua partai politik harus berkumpul untuk berdiskusi bersama membahas mekanisme pemilu. Mekanisme pemilu dinilai sangat penting untuk dibahas sebab, hal itu akan berdampak pada pemilu yang akan datang.
Lalu, apa plus-minusnya ketika Gubernur dipilih langsung Pemerintah Pusat dan Bupati/ Wali Kota dipilih DPRD? Ini sebuah terobosan di tengah tingginya ongkos politik atau justru langkah mundur (setback) bagi demokrasi kita?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Firman Noor (Profesor Riset bidang politik BRIN) dan Hadar Nafis Gumay (Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit)/komisioner KPU periode 2012-2017). (her/yes/dav)
Simak podcast diskusinya: