ilustrasi.

Semarang, Idola 92.6 FM-Ruang digital kini bukan hanya tempat berbagi cerita dan hiburan tetapi juga menjadi arena utama dalam membentuk opini public. Di tengah derasnya arus informasi, muncul wacana baru dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tentang sertifikasi bagi influencer sebagai upaya mengendalikan mis-informasi dan dis-informasi.

Wacana ini muncul setelah China lebih dulu menerapkan kebijakan serupa: di mana para pembuat konten yang membahas isu sensitif seperti kedokteran, hukum, dan keuangan wajib memiliki sertifikat resmi sesuai bidang yang dibahas.

Di Indonesia, Kementerian Komdigi tengah mengkaji apakah model semacam itu bisa diterapkan di sini. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyebut bahwa sertifikasi bisa menjadi alat untuk memastikan kompetensi influencer dalam menyampaikan informasi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa regulasi jangan sampai membatasi kreativitas warganet.

Lalu, perlukah influencer disertifikasi? Apakah langkah ini bisa menjadi solusi mengatasi mis-informasi dan hoaks yang kian marak di media sosial? Atau justru berpotensi menjadi instrumen pembatasan kebebasan berekspresi di ruang digital?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Kunto Adi Wibowo, PhD (Dosen/Peneliti Komunikasi Dan Media Universitas Padjadjaran Bandung) dan Gilang Gusti Aji (Pengamat komunikasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa)). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaKAI Daop 4 Semarang Perbaiki Jalur Rel di Kaligawe
Artikel selanjutnyaPertamina Bersama Polri Ungkap Sindikat Pemalsuan Tabung Elpiji
Radio Idola Semarang
Radio Idola Semarang menghayati semangat Positive Journalism. Radio Idola Semarang, Memandu Dan Membantu.