Semarang, Idola 92.6 FM – Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya baru-baru ini mewajibkan negara menggratiskan pendidikan dasar sembilan tahun dari SD hingga SMP termasuk sekolah swasta.  Namun sekolah swasta ‘elite’ dibolehkan memungut biaya dari siswa.

MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait frasa “wajib belajar minimal” pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya yang tertera dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas. Dalam putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyebut negara pemerintah pusat dan daerah harus membebaskan biaya pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan Madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai frasa dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang secara eksplisit hanya berlaku untuk sekolah negeri telah menciptakan “kesenjangan akses pendidikan dasar.”

Putusan MK  terkait pendidikan dasar gratis di sekolah negeri dan swasta ini memberi “angin segar” bagi masyarakat yang selama ini terbebani oleh semakin mahalnya biaya pendidikan. Namun, bagi penyelenggara negara, hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, konsekuensi putusan MK ini akan menyedot anggaran yang besar apalagi kini kita mengalami defisit APBN.

Lalu,  seberapa memungkinkan keputusan MK ini dilaksanakan? Apakah anggaran pemerintah sanggup dibebani semua anggaran yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah? Lalu, akan seperti apa tahap pelaksanaannya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Totok Amin Soefijanto, Ed.D (Pengamat pendidikan/Rektor Institut Media Digital Emtek (IMDE) Jakarta) dan Prof Cecep Darmawan (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung/pengamat kebijakan pendidikan). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: