Pada tahun 1932, di Amerika terjadi krisis ekonomi yang sangat dahsyat. Pengangguran dan kemiskinan menjadi hal lumrah yang terlihat pada masa itu. Charles Darrow & istrinya, termasuk keluarga yang mengalami keadaan serba sulit itu.
Walaupun sangat terpelajar, Charles tidak bisa memperoleh pekerjaan yang penghasilannya mencukupi bagi kebutuhan rumah tangganya. Padahal pada saat yang sama, istrinya butuh asupan yang lebih baik, karena sedang mengandung anaknya.
Sehingga, Charles Darrow & istri harus bekerja keras untuk bisa survive. Meskipun segala sesuatunya tampak suram, sepasang suami-istri ini tetap memilih untuk bisa mengisi hidup mereka dengan tertawa serta mempertahankan keceriaan mereka.
Pada malam hari, suami-isteri ini mencoba melepaskan sejenak kepenatan dan beban persoalan yang mereka hadapi, dengan membuat sebuah permainan di mana mereka bisa berpura-pura menjadi milioner sambil mengingat-ingat tempat-tempat liburan yang menyenangkan. Mereka membangun area itu di atas sebuah papan. Charles memahat hotel dan rumah-rumahan dari sebongkah kecil kayu yang kemudian permainan itu mereka sebut dengan nama Monopoly.
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1935, permainan itu dipasarkan oleh Parker Brothers. Sehingga Charles dan sang istri akhirnya benar-benar menjelma menjadi milioner. Mereka berhasil mengatasi kesulitan yang mereka alami untuk membangun diri mereka bukannya menghancurkan mereka.
Orang Tionghoa sejak dulu sudah mengetahui bahwa di dalam setiap krisis selalu ada “kesempatan”. Oleh karena itu daripada kita selalu mengganggap krisis sebagai sebuah ancaman, kita perlu melihat krisis sebagai sebuah kesempatan, yang kalau kita hadapi, mungkin kita akan mendapatkan peluang yang lebih besar atau lebih baik. (ao)