Anggota Dewan Komisioner/Ketua Dewan Audit OJK Sophia Isabella Wattimena (tiga dari kiri) bersama Kepala OJK Jateng Hidayat Prabowo (tiga dari kanan) berfoto bersama di sela kegiatan GRC sektor jasa keuangan peran profesi penunjang di kantor OJK Jateng.

Semarang, Idola 92,6 FM-OJK menegaskan pentingnya penguatan implementasi Governance, Risk, and Compliance (GRC) di sektor jasa keuangan, dengan menempatkan profesi penunjang seperti akuntan publik, penilai dan notaris sebagai pilar strategis untuk menjaga integritas dan transparansi laporan keuangan.

Pesan tersebut disampaikan Anggota Dewan Komisioner/Ketua Dewan Audit OJK Sophia Isabella Wattimena dalam Forum Group Discussion (FGD) GRC yang diselenggarakan di kantor OJK Jawa Tengah, Rabu (29/10).

Sophia menjelaskan, penguatan profesi penunjang menjadi bagian penting dari upaya OJK memerkokoh tata kelola industri keuangan di tengah meningkatnya risiko global.

Berdasarkan publikasi The Institute of Internal Auditors (IIA) tahun 2024–2025, lima risiko utama yang akan dihadapi dunia hingga 2027 meliputi keamanan siber, disrupsi digital termasuk AI, human capital, perubahan iklim serta perubahan regulasi.

“Risiko-risiko ini nyata dan telah menimbulkan dampak langsung. Kasus-kasus seperti fraud dan window dressing laporan keuangan masih menjadi perhatian serius,” Sophia.

Menurut Sophia, praktik manipulasi laporan keuangan atau financial statement fraud berdampak besar terhadap kepercayaan publik dan stabilitas sistem keuangan.

Dicontohkan beberapa kasus yang ditemukan di lembaga jasa keuangan terkait laporan fiktif, hingga kredit bermasalah yang tidak diungkap dengan tepat.

“Kita tidak bisa lagi menoleransi laporan keuangan yang abal-abal. Ini tanggung jawab bersama—baik pelaku industri, profesi penunjang, maupun regulator,” jelasnya.

Sophia menekankan pentingnya penerapan model three lines of defense di setiap lembaga keuangan, yakni lini pertama adalah pelaku bisnis, lini kedua fungsi manajemen risiko dan lini ketiga audit internal.

“OJK juga memperkuat kerangka regulasi melalui berbagai ketentuan baru, termasuk PP Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan, POJK Nomor 15 Tahun 2024 tentang Integritas Pelaporan Keuangan Bank dan POJK Nomor 5 Tahun 2025 tentang Profesi Penunjang. Melalui regulasi itu, OJK menegaskan bahwa laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen, bukan semata auditor serta menuntut profesional penunjang untuk menjalankan standar etika dan independensi tinggi. Profesi penunjang tidak hanya mendukung penyusunan laporan keuangan, tetapi juga memastikan kualitas dan akuntabilitas jasa yang diberikan,” imbuhnya.

Kepala OJK Jateng Hidayat Prabowo menambahkan, pertumbuhan ekonomi harus diimbangi dengan tata kelola yang kuat dan manajemen risiko yang efektif.

Sebab, masih ada praktik bisnis yang tidak sehat akibat lemahnya pengendalian internal.

Oleh karena itu, GRC harus diterapkan secara menyeluruh di semua lini.

“Pentingnya kolaborasi antara OJK, industri keuangan dan profesi penunjang untuk memperkuat second line dalam kerangka three lines model. Profesi penunjang memegang peran publik—bukan sekadar teknis—karena hasil kerja mereka menjadi dasar kepercayaan terhadap sektor jasa keuangan. Asosiasi profesi harus tidak hanya melindungi anggotanya, tetapi juga menjamin kualitas dan etika layanan kepada publik,” ucap Hidayat.

Lebih lanjut Hidayat berharap, melalui forum GRC ini, sinergi antara pelaku industri, profesi penunjang dan regulator dapat memerkuat ketahanan sektor jasa keuangan yang transparan, berintegritas dan bebas dari praktik manipulatif.

“Kita ingin menciptakan ekosistem keuangan yang sehat dan dipercaya publik. Penguatan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan adalah fondasi menuju sistem keuangan yang berkelanjutan,” tutup Hidayat. (Bud)

Artikel sebelumnyaLewat Kelas Cerdas Digital dan Gerakan Donasi Kuota, XLSMART Dorong Literasi Digital