Semarang, Idola 92,6 FM-OJK menyebut, sektor jasa keuangan pada Juli 2025 tetap terjaga stabil.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan lembaga internasional meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, untuk 2025 dan 2026, termasuk di dalamnya Indonesia. Hal itu disampaikan di siaran pers Rapat Dewan Komisioner Bulan Juli 2025 secara daring, Senin (4/8).
Menurutnya, IMF meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan termasuk juga pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025 dan 2026.
Mahendra menjelaskan, peningkatan tersebut didorong aktivitas ekonomi semester I/2025 yang lebih baik dibandingkan proyeksi awal.
Proyeksi tersebut juga didasarkan pada tarif resiprokal Amerika Serikat yang lebih rendah, dari yang diumumkan sebelumnya dan didukung perbaikan likuiditas global serta kebijakan fiskal yang akomodatif.
Selain itu, tensi perang dagang mereda seiring dengan kesepakatan tarif antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara mitra utama.
“Sejalan dengan itu, indikator ekonomi global menunjukkan tren membaik dan tercatat di atas ekspektasi. Tecermin dari kinerja manufaktur dan perdagangan global yang meningkat, serta rilis pertumbuhan beberapa negara utama di kuartal II/2025 seperti Amerika Serikat dan China yang lebih baik dibandingkan ekspektasi sebelumnya,” kata Mahendra.
Lebih lanjut Mahendra menjelaskan, pasar keuangan global menguat dengan kecenderungan investor risk on dan volatilitas yang menurun diikuti berlanjutnya aliran modal ke emerging market termasuk Indonesia.
Sementara di sisi perekonomian domestik, indikator permintaan masih terjaga stabil yang terlihat dari laju inflasi rendah dan pertumbuhan uang beredar dalam tren meningkat.
“Indikator sisi penawaran masih mix dengan surplus neraca perdagangan yang persisten dan cadangan devisa di level yang tinggi. Meskipun PMI manufaktur masih di zona kontraksi,” jelasnya .
Mahendra menyebut, kesepakatan Indonesia dengan Amerika Serikat dengan menurunkan tarif resiprokal menjadi 19 persen menjadi salah satu yang terendah di kawasan.
Kesepakatan tersebut berpeluang meningkatkan daya saing Indonesia, terutama dibandingkan dengan negara-negara lain yang menghadapi tarif yang lebih tinggi dari Amerika Serikat. (Bud)