
Semarang, Idola 92,6 FM-Pemprov Jawa Tengah menegaskan komitmennya, dalam menyiapkan implementasi pidana kerja sosial sebagai bagian dari pemberlakuan penuh KUHP baru pada 2026.
Gubernur Ahmad Luthfi mengatakan komitmen tersebut mengatur berbagai aspek teknis mulai dari penyediaan lokasi pelaksanaan kerja sosial, mekanisme pengawasan, pembinaan, penyediaan data hingga sosialisasi kepada masyarakat. Hal itu dikatakan usai penandatanganan kerja sama dengan kejaksaan di Gradhika Bhakti Praja, kemarin.
Luthfi menjelaskan, pemerintah daerah menjadi pihak yang berperan langsung dalam menyiapkan dan memastikan standar pelaksanaannya.
Menurutnya, pidana kerja sosial merupakan bagian dari reformasi hukum yang lebih humanis dalam kerangka restorative justice.
Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi pelaku, untuk memerbaiki diri melalui kontribusi nyata kepada masyarakat.
“Ini bukan sekadar hukuman, tetapi cara agar pelaku memahami kesalahannya dan memperbaiki diri melalui kontribusi kepada masyarakat. Kerja sosial ini harus disiapkan dengan kolaborasi. Pertama, menentukan tempat yang tepat. Kedua, memastikan tidak mengurangi harkat dan martabat terpidana. Ketiga, menjaga asas keadilan agar tidak terjadi manipulasi,” kata Luthfi.
Lebih lanjut Luthfi menjelaskan, yurisdiksi pelaksanaan pidana kerja sosial berada pada kewenangan bupati dan wali kota.
Oleh karena itu, daerah wajib memastikan seluruh mekanisme berjalan transparan dan akuntabel.
“Tapi, pemerintah kabupaten/kota untuk tidak membiarkan tempat kerja sosial digunakan secara transaksional atau menyimpang dari tujuan pemidanaan. Jangan sampai terjadi praktik penyalahgunaan kewenangan atau transaksi yang mengurangi esensi hukuman. Ini menyangkut asas keadilan bagi terpidana dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” pungkasnya. (Bud)






