Kayu-kayu gelondong terbawa arus banjir bandang di Sumatera Utara. (photo/istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM – Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra—mulai dari Aceh, Sumatra Utara, hingga Sumatra Barat—meninggalkan duka mendalam. Lebih dari seribu nyawa melayang ribuan warga terdampak, dan kerusakan infrastruktur terjadi di berbagai daerah. Selain faktor hidrometeorologi akibat siklon tropis Senyar, berbagai pihak menilai bencana ini juga tidak bisa dilepaskan dari rusaknya ekosistem hutan, mulai dari pembukaan lahan sawit hingga praktik pembalakan hutan yang terus berlangsung.

Belajar dari tragedi tersebut, Presiden Prabowo Subianto menyatakan sikap tegas negara terhadap pelaku pembalakan liar. Saat meninjau penanganan banjir di Langkat, Sumatra Utar, Presiden menegaskan bahwa proses penindakan sudah dimulai dan hal itu merupakan komitmennya sebagai kepala negara. Penegasan serupa kembali disampaikan saat penutupan Sidang Kabinet Paripurna kemarin bahwa negara tidak boleh tunduk pada kepentingan segelintir pihak termasuk korporasi, dalam pengelolaan sumber daya alam. Menurut Presiden, praktik ilegal seperti pembalakan hutan, pertambangan ilegal, dan penyelundupan telah menyebabkan kebocoran besar yang berdampak serius terhadap lingkungan dan ekonomi nasional.

Lalu, bagaimana sikap tegas Presiden ini diterjemahkan ke dalam langkah strategis yang konkret dan berkelanjutan? Dari kacamata hukum, apa yang membuat praktik pembalakan liar masih terus terjadi di hutan-hutan kita—apakah karena lemahnya penegakan hukum, absennya efek jera, atau justru adanya persoalan struktural yang lebih dalam? Dan dari perspektif lingkungan, bagaimana memastikan komitmen negara ini benar-benar melindungi hutan dan masyarakat, bukan sekadar pernyataan politik sesaat?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dr Azmi Syahputra (Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti dan Sekjend Mahupiki (Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia)) dan Anggi Putra Prayoga (Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia). (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya: