
Semarang, Idola 92.6 FM-Sepanjang tahun 2025 Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melakukan sejumlah gebrakan penting di sektor pertanian dan pangan. Sektor ini menjadi kunci dalam misi besar Asta Cita, khususnya mewujudkan kemandirian dan swasembada pangan nasional di tengah tantangan perubahan iklim, tekanan global, dan kesejahteraan petani.
Beberapa kebijakan strategis telah dijalankan. Pemerintah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah atau HPP gabah dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram serta HPP jagung menjadi Rp5.500 per kilogram. Kebijakan ini ditujukan untuk melindungi petani meningkatkan pendapatan, sekaligus mendorong produksi.
Pemerintah juga mengklaim keberhasilan swasembada beras, dengan stok dan produksi beras tertinggi sepanjang sejarah sehingga Indonesia tidak lagi mengimpor beras medium. Di sisi infrastruktur, percepatan pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi dilakukan melalui Instruksi Presiden guna memperkuat produktivitas pertanian.
Di tingkat hulu, tata kelola pupuk bersubsidi disederhanakan agar penyalurannya lebih cepat dan tepat sasaran. Sementara di sisi hilir, program hilirisasi pertanian terus didorong untuk menciptakan nilai tambah, memperluas lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing produk pertanian nasional.
Namun pertanyaan pentingnya: sejauh mana kebijakan-kebijakan tersebut benar-benar dirasakan di daerah? Apakah arah pembangunan pertanian kita sudah berada di jalur yang tepat menuju swasembada pangan berkelanjutan? Dan bagaimana kesiapan sektor pertanian Indonesia dalam merespons dampak perubahan iklim?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah, Defransisco Dasilva Tavare dan Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan 2010-2020, Khudori. (her/yes/dav)
Simak podcast diskusinya:













