Siswa Indonesia Menghadapi Kondisi Gawat Darurat dalam Bernalar Matematika, Bagaimana Mengatasinya?

Semarang, Idola 92.6 FM – Siswa Indonesia menghadapi kondisi gawat darurat dalam penguasaan kompetensi dasar untuk berpikir dan bernalar. Hal ini antara lain terpotret dari kemampuan dasar berpikir matematika siswa SD hingga SMA/ sederajat yang justru tidak berkembang baik.

Merujuk pada Kompas (12/11/2018), persoalan ini mengemuka dalam acara Deklarasi Gerakan Nasional Berantas Buta Matematika (Gernas Tastaka) di Universitas Indonesia Depok Sabtu (10/11/2018). Gernas Tastaka yang bertujuan mengatasi buta aksara ini diprakarsai sejumlah aktivis pendidikan yang didukung Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI.

Dalam deklarasi, inisiator Gernas Tastaka Ahmad Rizali mengemukakan, terjadi kondisi gawat darurat bermatematika siswa dari SD hingga SMA. Kondisi ini dapat berdampak pada kemampuan anak-anak dalam berpikir dan bernalar. Jika ini dibiarkan, generasi emas Indonesia terancam gagal membangun peradaban Indonesia di masa yang akan datang.

Deklarasi Gernas Tastaka. (photo: kompas)

Bagaimana sesungguhnya potret kedaruratan bermatematika? Hal itu salah satunya bisa dilihat pada studi pemerintah yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) pada siswa SD pada 2016. Hasilnya menunjukkan kondisi gawat. Sebesar 77,13 persen siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika kurang, kemudian 20,58 persen cukup, dan 2,29 persen baik.

Lantas, menghadapi kondisi gawat darurat dalam bernalar Matematika/ bagaimana mengatasinya? Segawat apakah nalar bermatematika siswa kita? Lalu pembenahan seperti apa yang mesti kita lakukan? Dan, Siapa saja yang mesti terlibat dalam upaya ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Pengamat pendidikan Indra Charismiadji dan Guru Besar Matematika ITB Prof Hendra Gunawan. [Heri CS]

Berikut diskusinya: