Menagih Transparansi Data Covid-19

Media Center COVID-19

Semarang, Idola 92.6 FM – Merujuk pada headline harian Kompas (23/04/20), Transparansi Data Covid-19 Semakin Mendesak. Sebab, angka kematian terkait dengan Covid-19 di Tanah Air diduga jauh lebih besar daripada laporan resmi pemerintah. Di sisi lain, tidak terbukanya data, akan membuat dampak sesungguhnya dari penyakit itu sulit diketahui.

Keterlambatan pemeriksaan dan penanganan, menyebabkan banyak orang dalam pemantauan serta pasien dalam pengawasan Covid-19 meninggal sebelum spesimen mereka diperiksa, tetapi hal itu tidak dilaporkan.

Juru bicara pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto, di Jakarta, Rabu (22/04/20) lalu misalnya. Ia menyebutkan, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai lebih dari 193 ribu orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) 17 ribu. Sebanyak 7 ribu lebih orang dipastikan positif Covid-19, sebanyak 635 pasien di antaranya meninggal dan 913 orang sembuh. Korban meninggal ini bertambah 19 orang dibandingkan dengan sehari sebelumnya.

Namun, dalam menyampaikan perkembangan kasus Covid-19 yang dirilis setiap hari, Yurianto tak mengumumkan jumlah ODP dan PDP Covid-19 yang meninggal. Padahal, sejumlah daerah mencatat ODP dan PDP yang meninggal jauh lebih tinggi daripada yang positif dan meninggal.

Contoh lain di DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak melaporkan jumlah PDP Covid-19 yang meninggal. Namun, disebutkan―sejak awal Maret hingga 20 April―mereka mengubur 1.229 jenazah dengan prosedur Covid-19. Dari 3.399 kasus positif di Jakarta, 308 orang meninggal. Hal itu berarti orang yang meninggal―sebelum diperiksa dan dikuburkan dengan prosedur Covid-19―dalam dua bulan terakhir ada 921 orang.

Maka, tak berlebihan jika Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, angka kematian terkait Covid-19 lebih besar daripada laporan resmi pemerintah. Kasus kematian lebih banyak terjadi pada kasus PDP yang hasil tes spesimennya belum keluar.

Lantas, apa sebetulnya hambatan pemerintah, untuk mengumumkan data yang sesungguhnya? Kalau pemerintah khawatir akan membuat public menjadi panik, bukankah data yang tersembunyi justru malah semakin membuat waswas dan memancing masyarakat untuk berspekulasi? Lalu, bagaimanakah cara menagih transparansi data Covid-19 kepada pemerintah?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang, berdiskusi dengan: Wawan Suyatmiko (Manajer Riset Transparency International Indonesia (TII)) dan Tri Yunis Miko Wahyono (Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia). (Heri CS)

Berikut podcast diskusinya: