Semarang, Idola 92,6 FM-Kenalkan, namaku Azra Aniqah Nur Amalina, aku seorang mahasiswi kesehatan lingkungan di sebuah universitas di Kota Surakarta.
Aku juga didaulat menjadi Duta Pemuda Peduli Lingkungan Asri dan Bersih tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2024.
Dari Surakarta menuju ke Kota Semarang, Ibukota Jawa Tengah, aku ingin membuktikan fakta mengejutkan soal kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah Semarang Utara. Sekaligus, aku menghadiri undangan dari Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah untuk penanaman dua ribu lebih bibit mangrove di pesisir utara Kota Semarang.
Hari masih pagi, udara di Kota Semarang tidak terlalu panas karena saat ini memasuki peralihan ke musim kemarau.
Segelas susu yang tersedia di meja tempatku menginap, langsung kuhabiskan tanpa sisa.
Kulirik jam di tangan kananku, waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi, dan masih ada waktu sekitar satu jam untuk bisa sampai di wilayah Tambakrejo di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara.
Tambakrejo adalah tempat tujuanku berada di Kota Semarang, dan ingin membuktikan fakta bahwa kerusakan alam benar terjadi di pesisir utara Semarang.
Motor kesayangan yang selalu menemaniku beraktivitas, kupacu ke arah utara Kota Semarang dengan kecepatan pelan.
Tak perlu menjadi Valentino Rossi, padatnya lalu lintas Kota Semarang kunikmati dengan sepenuh hati.
Pelan tapi pasti, setiap tikungan dan jalan sedikit tak rata dilibas roda motorku.
Kurang dari setengah jam waktu yang kutempuh, akhirnya roda motorku sudah memasuki Kampung Tambakrejo, dan sambutan pertama yang kuterima adalah genangan air rob setinggi sekitar 10-15 sentimeter mungkin.
Dengan pelan, genangan air rob sepanjang jalan kampung itu kulalui dengan hati-hati karena takut percikan air rob itu mengenai orang yang lewat.
Tak berapa lama, akhirnya aku tiba di sebuah tempat yang mungkin sebagai balai pertemuan di Kampung Tambakrejo.
Ini sesuai dengan titik di peta yang diberikan pihak Pertamina Patra Niaga, sehari sebelum aku berangkat ke Kota Semarang.
Kucari tempat yang kering untuk memarkirkan motorku, agar aman dari rendaman air rob.
Beberapa orang lelaki yang berada di balai pertemuan itu kusapa, dan mulai mengenalkan nama satu per satu.
Beberapa mengenalkan diri sebagai kelompok peduli lingkungan, dan satu orang adalah lurah di Tanjung Mas, serta dari Pertamina dan perwakilan Pemkot Semarang.
Tidak perlu menunggu lama, aku dan beberapa orang itu lantas berjalan menuju ke sebuah perahu yang tertambat di belakang balai pertemuan.
Menggunakan jaket pelampung, aku mulai naik ke perahu dan sengaja duduk agak ke depan dengan harapan bisa memandang lebih leluasa.
Dengan cekatan, tangan juru mudi perahu itu mulai memutar mesin dan langsung mesin meraung.
Asap hitam keluar dan membumbung tinggi ke angkasa, bersamaan dengan perahu mulai meninggalkan dermaga menuju ke tempat yang direncanakan dijadikan tempat penanaman mangrove untuk konservasi kerusakan lingkungan akibat abrasi air laut.
Kurang dari 15 menit menempuh perjalanan menggunakan perahu, akhirnya rombongan kami tiba di sebuah tempat.
Memang kuakui benar fakta yang kuterima, kerusakan lingkungan cukup parah terjadi di pesisir utara Kota Semarang.
Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah itu, punya permasalahan pelik terkait dengan abrasi air laut.
Beberapa tiang sebuah bangunan terlihat masih menjulang, yang dikatakan dulunya bekas pasar ikan.
Bahkan, diceritakan juga ada sebuah SPBU di dekat pasar ikan itu sekarang sudah tenggelam tak terlihat lagi.
Namun, beberapa titik lainnya mulai terlihat rimbun dengan hutan mangrove yang beberapa tahun sebelumnya sudah ditanam melalui program corporate social responsibility (CSR) dari Pertamina.
”Di tengah Kota Semarang sebagai kota metropolitan, masih ada di kawasan pesisirnya yaitu di Semarang Utara yang kondisi alamnya cukup memprihatinkan. Terkait abrasinya dan banjir rob di beberapa titik,” kataku.
Pemandangan yang tidak pernah kubayangkan, terhampar di depan mata.
Kerusakan lingkungan akibat abrasi air laut sedemikian parah, meski upaya pelestarian lingkungan mulai digalakkan.
Hasilnya, sedikit banyak juga sudah mulai terlihat dengan hamparan rimbunnya hutan mangrove yang dijadikan sebagai lokasi edupark.
Sebagai generasi muda dan apalagi aku adalah duta pelestarian lingkungan, tentu saja ini harus segera ditangani dan perlu keterlibatan semua pihak tidak hanya mengandalkan pemerintah saja.
”Jadi memang perlu dilakukan intervensi, baik dari pemerintah maupun pihak swasta. Sebagai generasi muda, bagaimana bisa menyuarakan isu-isu kerusakan lingkungan ke anak muda lainnya melalui sosial media,” ucapku.
Tentu, dengan melihat kondisi lingkungan di pesisir utara Kota Semarang yang demikian itu, aku patut menahan nafas dan mengelus dada.
Ternyata, harus ada upaya nyata yang harus bisa segera diperbuat untuk menyelamatkan pesisir utara Kota Semarang dari rongrongan abrasi air laut.
”Kita sebagai pemuda perlu mengambil aksi di sini. Jadi, kita tidak hanya diam melihat kondisi yang ada tapi berusaha menyuarakannya juga dengan harapan bisa mengajak anak muda lainnya turut terlibat aktif dalam pengelolaan lingkungan,” ujarku.
Menurutku, salah satu yang bisa dilakukan generasi muda adalah dengan turun langsung ke lapangan dengan penanaman mangrove.
Dari upaya penanaman mangrove ini, apabila telah kuat berakar dan menjadi rimbun akan menjadi benteng alam dalam menahan abrasi air laut.
”Terlibat aktif dalam kegiatan berkelanjutan, tidak hanya penanaman mangrove tapi juga kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan,” jelasku.
Kucoba temui Lurah Tanjung Mas, Pak Sony Yudha Putra Pradana yang sedang duduk di pinggir perahu.
Kulihat pak lurah sepertinya juga memendam rasa prihatin, terhadap kondisi di wilayahnya.
Sesekali terlihat tangannya mengusap dahi, dan membersihkan keringat yang membasahi.
Menurut Pak Lurah Sony, yang saat ini terjadi dan dihadapi adalah ancaman perubahan iklim yang luar biasa.
”Yang jelas ketika abrasi itu nyata, tantangannya adalah masyarakat bisa bertahan atau tidak. Dianjurkan, masyarakat memang bisa beradaptasi dengan lingkungan,” ucap Pak Sony.
Pak Lurah Sony bilang, memang ada banyak lahan yang musnah di lingkungan Tambakrejo akibat abrasi dan juga peningkatan muka air laut.
Disebutnya, jika terjadi penurunan muka tanah hingga delapan sentimeter setiap tahunnya.
Tentu saja, hal itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus ada upaya nyata untuk mengatasinya.
Salah satunya, dengan keberadaan Kelompok Pecinta Lingkungan Camar di Tambakrejo ini yang penuh dedikasi menyelamatkan wilayah agar tidak semakin memperparah keadaan.
”Segala upaya harus dilakukan, karena kalau kita hanya diam dan tidak melakukan apa-apa hanya menunggu kegagalan. Tapi kalau kita bergerak dan mengupayakan semua hal, bisa mencari titik yang terbaik bagi masyarakat,” ujar Pak Sony.
Keterangan dari Pak Lurah Sony terus aku gali, karena aku masih penasaran bagaimana mengembalikan lingkungan yang rusak karena abrasi dan menambah luas daratan di sekitar Tambakrejo.
Disebut pak lurah, di wilayah Kelurahan Tanjung Mas yang masuk kawasan pesisir ada bantuan dari pemerintah pusat melalui APBN agar masyarakat tidak lagi terdampak air rob.
Namun, masyarakat diajak untuk tidak menunggu dan harus bergerak dalam rangka penyelamatan dan salah satunya kampanye penanaman mangrove sebagai benteng alam dari gempuran air laut.
”Masih diperlukan dukungan adanya mangrove edupark dan juga penanaman mangrove. Jadi harus bergerak bersama. Tidak hanya pemerintah, tapi ada BUMN dan juga media yang ikut peduli dan membangun di Desa Tambakrejo ini,” jelas Pak Sony.
Bagi Pak Lurah Sony, penanaman mangrove yang masif di sekitar Tambakrejo bukan hanya sekadar menjadi benteng alam bagi abrasi tetapi memunculkan ekonomi baru bagi warga.
Mangrove, ternyata bisa diolah menjadi makanan ringan hingga kerajinan tangan.
”Berbagai hal sedang dilakukan, dan saat ini juga ada pengolahan berbahan mangrove seperti keripik mangrove dan juga kerajinan tangan lainnya. Harapannya, masyarakat bisa saling bahu membahu untuk menggerakkan ekonomi di daerahnya,” imbuh Pak Sony.
Ya begitulah cerita Pak Lurah Sony kepadaku, terkait bagaimana melestarikan kembali wilayah pesisir dan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di Tambakrejo.
Sedikit kugeser posisi dudukku, dan pandanganku menerawang ke arah rimbunnya pohon mangrove yang telah ditanam sejak 2012 lalu.
Hingga kini, tercatat sudah ada 150 ribu mangrove yang ditanam tidak hanya bantuan dari Pertamina saja tapi juga dari pemerintah dan perguruan tinggi hingga pihak swasta.
Tiba-tiba, pandanganku terganggu dengan sekelebat sosok lelaki paruh baya yang melintas dan kemudian duduk tak jauh dari tempatku.
Ternyata Pak Juraimi yang baru saja melintas, dan kemudian menanyakan apakah cukup panas sinar matahari siang ini?
Pak Juraimi adalah Ketua Kelompok Pemanfaatan Lahan Camar Tambakrejo.
Kelompok Pemanfaatan Lahan Camar Tambakrejo ini berdiri sejak 2011 silam, ketika kali pertama Pertamina Patra Niaga masuk membina kampung nelayan di desanya.
Sambil membenarkan ujung jilbab, aku hanya tersenyum tipis lalu kulemparkan sebuah pertanyaan kepada Pak Juraimi.
Soal bagaimana keberlanjutan dari upaya warga Tambakrejo setelah dibantu Pertamina Patra Niaga, untuk memulihkan pesisir utara Kota Semarang dari ancaman abrasi dan juga peningkatan ekonomi dari pendampingan yang telah dilakukan Pertamina selama ini.
Menurut Pak Juraimi, Pertamina saat datang yang pertama membawa empat program. Yakni perbaikan infrastruktur, pendidikan dan ekonomi serta kesehatan.
Pada 2019 lalu, Pertamina lantas memberikan fasilitas berupa jogging track di kawasan Edupark Wisata Mangrove Tambakrejo.
”Dengan adanya program dari Pertamina, kami semua mengucapkan terima kasih. Yang ada akhirnya bisa menjadikan Desa Tambakrejo menjadi mandiri,” ujar Pak Juraimi.
Dengan bangga Pak Juraimi bercerita, jika sejak saat itu mulai banyak tamu berdatangan silih berganti menikmati keindahan Edupark Wisata Mangrove yang menggantikan pemandangan kerusakan lingkungan karena abrasi sebelumnya.
Dampak positifnya, warga Tambakrejo menjadi terbantu dari sisi ekonominya. Salah satunya adalah pemilik kapal, ketika hasil tangkapan ikan menurun bisa menyewakan kapal guna menyeberangkan para pengunjung ke Edupark Wisata Mangrove.
”Pertamina itu mengubah kesejahteraan bagi masyarakat di wilayah Tambakrejo. Dengan banyaknya pengunjung, bisa menambah perekonomian bagi masyarakat di sini. Salah satu yang ikut merasakan adalah pemilik perahu, ketika hasil tangkapan ikan bisa menyewakan perahunya untuk menyeberangkan para pengunjung,” jelas Pak Juraimi.
Pak Juraimi menyebut, seluruh warga yang ada di Tambakrejo dilibatkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Termasuk, ibu-ibu turun tangan mengolah mangrove menjadi sirup ataupun keripik.
”Ibu-ibu yang ada di desa kita libatkan, untuk mengolah mangrove. Misalnya bisa dijadikan makanan atau minuman, dan salah satunya daunnya bisa dijadikan keripik,” ujar Pak Juraimi.
Bantuan dari Pertamina Patra Niaga itu, bagi Pak Juraimi dan warga Tambakrejo lainnya merupakan berkah tak terhingga dan harus terus dijaga serta dilestarikan.
”Tetap kita berusaha semaksimal mungkin. Kita tidak henti-hentinya selalu menjaga kepercayaan yang diberikan Pertamina,” imbuh Pak Juraimi.
Matahari sudah hampir condong ke barat, jam di tanganku menunjukkan pukul 15.30 WIB. Rombonganku akhirnya kembali ke dermaga.
Aku mencoba bertanya ke perwakilan dari Pemkot Semarang yang ikut serta mewakili bu wali kota. Kulihat di papan nama, tertulis Sih Rianung, yang ternyata menjabat sebagai Kepala Dinas Perikanan.
Menurut Pak Rianung, memang di Kota Semarang persoalan yang dihadapi adalah penurunan muka tanah di wilayah pesisir.
Salah satu upaya yang terus digalakkan, dengan penanaman mangrove di wilayah pesisir untuk menahan abrasi dan mengurangi bencana rob.
”Semarang ini masalahnya adalah amblesan. Makanya muka air lautnya lebih tinggi dari daratan. Makanya harus dijaga wilayah pesisir, utamanya mangrove agar habitatnya tidak rusak,” ujar Pak Rianung.
Pak Rianung tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pertamina Patra Niaga maupun pihak-pihak lain yang telah membantu dalam mengatasi persoalan penurunan muka tanah di wilayah pesisir, utamanya di Tambakrejo.
Sebab, mengatasi sebuah persoalan memang membutuhkan banyak tangan dan kolaborasi bersama.
”Dan kami ini merasa terbantu dengan program dari Pertamina. Pesan bu wali, kita harus berkolaborasi. Kepedulian yang cukup tinggi ini harus kita jaga, untuk keberlanjutan dan mempercepat penanganan masalah yang ada,” ucap Pak Rianung.
Tak terasa, kapal yang kami tumpangi sudah kembali merapat di dermaga tepat di belakang gedung pertemuan milik warga Tambakrejo.
Setelah turun dari kapal dan melepas jaket penyelamat, kami diarahkan menuju tempat semula ketika bertemu.
Ternyata, warga Tambakrejo telah menghidangkan kami berupa gosir atau sego pesisir (nasi pesisir) yang merupakan kuliner khas masyarakat sekitar pantai.
Tersaji nasi panas dengan uap yang masih mengepul, kerang hijau menggugah selera dan juga mangut tongkol.
Aku ikut baris antre mengambil nasi dan lauk secukupnya, lalu mencari tempat duduk yang nyaman.
Sebelahku ada mas humas Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah, Taufiq Kurniawan, yang juga ikut menikmati sajian nasi pesisir dengan lahap.
Usai santap nasi pesisir, aku bertanya ke mas humas, Mas Taufiq, terkait program pendampingan yang telah dijalankan Pertamina selama ini di kampung Tambakrejo.
Menurut Mas Taufiq, roadmap yang telah dijalankan mampu diterjemahkan dengan baik dan hasilnya telah kelihatan saat ini.
Bahkan, kampung Tambakrejo tidak hanya sebagai kampung wisata tapi juga edukasi yang mampu memberikan nilai lebih bagi masyarakat sekitar.
”Kita memulainya dari infrastruktur, hingga saat ini kita kembangkan ke arah eduwisata,” kata Mas Taufiq.
Mas Taufiq juga bilang, kalau penanaman mangrove yang digalakkan di pesisir utara Kota Semarang khususnya di Tambakrejo ini juga mendukung program dari Pemprov Jawa Tengah.
Yakni, dalam upaya mengurangi dampak abrasi dan mencegah bencana rob semakin menjadi.
”Kita juga mendukung program dari pemerintah provinsi, yaitu program mageri segoro. Semua mangrove yang kita tanam bisa mengurangi abrasi.
Aku tanya soal pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan, Mas Taufiq bilang bahwa mangrove tidak hanya sekadar tanaman pencegah abrasi semata.
Namun, dari mangrove juga mampu diolah sedemikian rupa menjadi aneka makanan hingga sirup dan bisa dijadikan buah tangan bagi pengunjung yang datang.
Pendampingan dari Pertamina kepada warga, telah dijalankan dan ternyata mampu meningkatkan taraf ekonomi warga.
Aaaach, hari yang melelahkan tapi penuh makna pendidikan dan pengalaman hidup yang tak bisa dilupakan.
Hari ini, aku belajar bahwa menjaga kelestarian lingkungan dan mengembalikan kerusakan di wilayah pesisir tidak hanya dilakukan satu pihak saja dari pemerintah, namun juga melibatkan banyak pihak.
Termasuk, aku sebagai generasi muda juga tak boleh berpangku tangan dengan kondisi alam di sekitar.
Saatnya mewujudkan yang muda yang berkarya, yang muda cinta kelestarian alam.
Mari, kembalikan alam Indonesia yang lestari kebanggaan negeri, demi anak cucu generasi di masa mendatang yang penuh arti. (Bud)