
Semarang, Idola 92,6 FM-Perang Jawa yang terjadi pada 1825-1830, merupakan pertempuran antara pasukan Pangeran Diponegoro dengan pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin Jenderal De Kock.
Sejarawan Peter Carey yang turut menyumbang buah pikirnya di buku “1830” bersama Melissa Sunjaya menyebut, jika Perang Jawa membuat kerugian untuk pemerintah Hindia Belanda hingga 20 juta Gulden dan kehilangan 15 ribu tentara.
Peter Carey mengatakan akibat kerugian yang besar itu, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) untuk menambah pemasukan bagi Belanda.
Dibutuhkan waktu hingga 40 tahun sistem tanam paksa dibuat, hingga akhirnya pemerintah Hindia Belanda bisa meraup kekayaan sebesar-besarnya di Pulau Jawa.
Menurut Peter, dalam kejadian 1830 saat tertangkapnya Pangeran Diponegoro itu penuh dengan makna mendalam.
Simbol seorang pangeran dan bangsawan keraton, dalam memertahankan tanah leluhurnya.
“Apa sebenarnya makna dari Diponegoro yang kita bisa ambil sebagai hikmah dari perjuangannya. Beliau adalah seorang pangeran Jawa, yang memegang teguh jiwa ksatria. Sebagai seorang pejuang, bisa saja Diponegoro langsung mengamuk saat ditangkap dan membunuh De Kock dengan kerisnya. Tapi tidK demikian, Diponegoro adalah seorang bangsawan trah Mataram dan seorang pangeran Jawa. Kalau mengamuk, maka akan sama dengan begal di jalan dan terlihat tidak bagus,” kata Peter.
Sementara itu Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra menambahkan, pihaknya memang sengaja menggelar bedah buku berkaitan dengan kepahlawanan Pangeran Diponegoro pada momentum HUT ke-80 Republik Indonesia.
Menurutnya, Bank Indonesia Jateng ingin memberikan pemahaman sejarah kepada masyarakat guna membangkitkan rasa nasionalisme.
Rahmat menjelaskan, dengan bedah buku “1830” yang menceritakan Perang Jawa akan memberikan banyak makna bagaimana para pahlawan rela berkorban jiwa dan raga demi Tanah Airnya.
“Para pahlawan kita tidak suka melihat bangsanya dieksploitasi, ya. Dan eksploitasi manusia terhadap manusia itu juga tidak dibolehkan. Dan itulah salah satu yang di diusung oleh Pangeran Diponegoro untuk memerdekakan tanah Jawa dari VOC,” ucap Rahmat.
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, bedah buku “1830” merupakan sekuel kedua dari bedah buku yang pertama tentang sains dan nantinya sekuel ketiga membahas soal filosofi. (Bud)