Tiga orang perempuan tampak serius membatik di kain putih bertema ikon Kota Semarang.

Semarang, Idola 92,6 FM-Suasana hangat terasa di Hotel Harris Sentraland Semarang saat puluhan peserta berkumpul, bukan untuk seminar bisnis atau konser musik melainkan untuk mencoba sesuatu yang mungkin baru bagi sebagian besar dari mereka: membatik.

Assistant Marketing & Brand Manager Harris Sentraland Semarang Krisdiar Porandito mengatakan mengusung tema “Discovering the Beauty of Semarang Batik”, acara ini menghadirkan komunitas UMKM, kelompok difabel terutama teman tunarungu serta media. Hal itu dikatakan saat ditemui di sela acara, Jumat (3/10).

Menurutnya, tujuannya sederhana namun penuh makna: mengenalkan kembali motif-motif khas Semarang yang selama ini belum banyak terdengar gaungnya.

“Selama ini motif Semarang belum terlalu happening. Melalui momentum Hari Batik Nasional, kami ingin mengangkat keindahannya,” kata Pora.

Pora menjelaskan, antusiasme peserta ternyata membludak.

Meski kapasitas hanya 30 orang, akhirnya 34 peserta tetap dipersilakan ikut dan mayoritas adalah perempuan dari pelaku UMKM hingga komunitas sosial.

Bagi para pemula, pengalaman memegang canting menjadi momen tak terlupakan.

Salah satunya adalah Susi, warga Semarang yang ikut ambil bagian.

“Tangan saya gemetar terus, rasanya lebih takut dari kena kompor,” ucap Susi.

Menurut Susi, kini dirinya lebih menghargai setiap helai kain batik.

“Kalau beli batik nanti jangan ditawar, karena saya sudah tahu sulitnya,โ€ ujarnya sambil tersenyum.

Sri Suharti, pembatik sekaligus trainer dari Chilomita Batik menjelaskan bahwa tantangan terbesar bagi pemula biasanya adalah cara memiringkan canting.

“Kalau sudah tahu triknya, membatik sebenarnya bisa dinikmati.

Selain itu, motif Semarang unik, karena lebih ikonik daripada motif tradisional seperti parang atau kawung.

Lebih dari sekadar seni, acara ini juga membawa semangat pemberdayaan.

“Banyak perempuan Semarang yang haus ingin berdaya. Melalui pelatihan seperti ini, mereka bisa melihat potensi lain di luar kuliner atau dagangan biasa,” imbuh Cici, panggilan akrabnya.

Dari balik tetesan malam yang tak selalu sempurna, ada keindahan lain yang justru muncul: semangat untuk belajar, berbagi dan menjaga warisan budaya. (Bud)