Kemampuan pengelolaan keuangan sejak dini turut berkontribusi bagi setiap orang untuk menuju sejahtera finansial. Hal itu dikatakan Fanny Rifqi, Kepala BEI Perwakilan Jateng, dalam diskusi Idola Business Gathering (IBG) bertema โ€œKesehatan Mental dan Kesejahteraan Finansialโ€ yang diselenggarakan radio Idola Semarang bersama BEI Perwakilan Jateng, Rabu (29/10) di Hotel Grasia Semarang. (Foto Dok. Radio Idola Semarang)

Semarang, Idola 92.6 FM- Kemampuan pengelolaan keuangan sejak dini turut berkontribusi bagi setiap orang untuk menuju sejahtera finansial. Dalam kesehatan finansial, kemampuan soft skill ini menjadi bagian dari upaya preventif.

Hal itu dikatakan Fanny Rifqi, Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Jateng, dalam diskusi Idola Business Gathering (IBG) bertema โ€œKesehatan Mental dan Kesejahteraan Finansialโ€ yang diselenggarakan radio Idola Semarang bersama BEI Perwakilan Jateng, Rabu (29/10) di Hotel Grasia Semarang.

Selain Fanny Rifqi, hadir sebagai narasumber: Hamargomurni, S.Psi, Psikolog (Psikolog Amino Hospital) dan Vincentia Grannita (Analis Senior Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), Edukasi & Perlindungan Konsumen OJK Jateng. Acara dipandu Doni Ashar (penyiar radio Idola Semarang).

Fanny mengatakan, kemampuan pengelolaan keuangan sejak dini turut berkontribusi bagi setiap orang untuk menuju sejahtera finansial. โ€œBagaimana kita membangun soft skill bahwa mengelola uang itu harus kita pelajari,โ€ ujar Fanny di hadapan puluhan peserta.

Fanny mencontohkan, dalam keseharian, dirinya menerapkan perilaku mencatat pengeluaran sehari-hari. Bahkan, pengeluaran makan siang pun dicatat. โ€œMakan siang kok saya catat. Itu kebiasaan. Dan saya menganggap kebiasaan itu bukan tekanan. Bukan sesuatu yang sulit. Karena itu kebiasaan,โ€ ujarnya.

Menurut Fanny, BEI Jateng menyelenggarakan Sekolah Pasar Modal (SPM). SPM ini juga sebagai salah satu cara untuk kita bisa berinvestasi dengan baik. Bedanya investasi dengan menabung adalah risiko. โ€œMau tidak mau kita dihadapkan pada risiko. Hukum alam mengatakan, risiko tidak bisa kita hilangkan, tapi bisa kita minimalkan. Bisa kita mitigasi,โ€ ujar Fanny.

Tiga Level Kecerdasan Finansial

Menurut Fanny, ada 3 level kecerdasan finansial. Level pertama, cerdas menghabiskan uang. Ini biasanya dilakukan oleh anak SD. Level kedua, cerdas menyisihkan uang. Ini biasanya dilakukan oleh siswa SMP-SMA. Artinya, ia bisa membedakan kebutuhan dan keinginan. โ€œLevel ketiga adalah pintar meningkatkan nilai uang. Nah, itu adalah bagaimana kita berinvestasi,โ€ ujarnya.

Kemampuan pengelolaan keuangan sejak dini turut berkontribusi bagi setiap orang untuk menuju sejahtera finansial. Hal itu dikatakan Fanny Rifqi, Kepala BEI Perwakilan Jateng, dalam diskusi Idola Business Gathering (IBG) bertema โ€œKesehatan Mental dan Kesejahteraan Finansialโ€ yang diselenggarakan radio Idola Semarang bersama BEI Perwakilan Jateng, Rabu (29/10) di Hotel Grasia Semarang. (Foto Dok. Radio Idola Semarang)

Terkait investasi dan menabung, Fanny kembali menjelaskan, investasi berbeda dengan menabung. Ia mengibaratkan, kalau menabung memarkir uang atau menyimpang uang. Tapi, kalau investasi itu meningkatkan nilai uang. Ia mencontohkan, dahulu, simbah mengajarkan, kalau punya uang dbelikan gabah. Nanti kalau harga gabah naik dijual agar dapat keuntungan dan uangnya meningkat.

โ€œJadi, ilmu meningkatkan nilai uang kalau kita sederhanakan, jangan menyimpan dalam bentuk uang, tapi ubahlah uang itu dalam bentuk aset. Nah, kalau dulu aset itu fisik ada komoditas, properti, tanah. Maka, sekarang dunia keuangan sudah sangat berkembang, seperti pasar modal, industri keuangan nonbank, saham, reksadana, emas. Itu semua alternatif bagaimana switch uang tunai jadi aset. Yang endingnya, uang kita akan naik. Sehingga, kita cerdas secara keuangan lecel tiga,โ€

Lalu, bagaimana meningkatkan nilai uang, menurut Fanny, cara mitigasinya, yakni menyelaraskan antara profil risiko kita dengan pilihan instrumen investasinya. โ€œKalau Bapak-Ibu tidak nyaman dengan saham yang fluktuatif ya, belilah obligasi atau reksadana obligasi yang setahun 6 persen atau 7 persen. Yang fiks begitu. Itu cocok bagi mereka yang risk everse–orang yang benci risiko. Tapi, ada juga orang yang risk takerโ€”sebenarnya dia benci risiko, tapi karena menginginkan return, risiko itu dia terima,โ€ jelasnya.

Menurut Fanny, keberhasilan seorang investor dalam berinvestasi itu dipengaruhi oleh keselarasan bagaimana dia menyesuaikan profil risikonya, kemucian cara memilihnya. โ€œEndingnya, itu semua, terjadi karena literasi. Jadi, risk come from not knowing what are u doing. Jadi, risiko bukan datang dari mana-mana tapi dari ketidaktahuan kita, โ€ tuturnya.

Hindari Kecemasan Berlebihan

Sementara itu, Hamargomurni, menyampaikan, tiap orang mengalami gangguan kesehatan mental. Yang membedakan, bagaimana menyikapi dan efeknya. โ€œKecemasan itu membodohkan. Hindari cemas berlebihan. Kecemasan itu lumrah, tapi itu merenda keburukan ke depan jika tak diatasi termasuk kecemasan karena finansial,โ€ ujarnya.

Lalu, bagaimana agar kecemasan tak keterusan? Menurutnya, kuncinya: menerima, bertahan, dan memiliki kesadaran. Kesadaran untuk menyelesaikan persoalan atau situasi yang kita hadapi. โ€œNah, kesadaran dalam konteks kesehatan mental, konsultasikan persoalan finansialmu dengan mereka yang kompeten seperti ekonom atau yang memiliki kecakapan,โ€ tuturnya.

Ingat 2 L: Legal dan Logis

Sementara itu, Vincentia Grannita (Analis Senior Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), Edukasi & Perlindungan Konsumen OJK Jateng, menambahkan, OJK terus melakukan edukasi pada masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangan.

โ€œHarapannya masyarakat tak mudah dibohongi oleh pinjol ilegal atau pelaku usaha jasa keuangan ilegal,โ€ ujarnya.

Menurut Grannita, banyak orang yang masih terjerat pinjol ilegal karena masih banyak masyarakat yang belum paham literasi keuangan. โ€œBagi masyarakat, patut diingat. Ketika berurusan dengan produk keuangan, pastikan itu Legal. Kuncinya 2 L: Legal & Logis,โ€ tandas Grannita. (her/tim)