Shan Saeed, Global Chief Economist. (Photo/Istimewa)

Jakarta, Idola 92.6 FM-Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,04% secara tahunan (y/y) dan 1,43% secara kuartalan (q/q) pada kuartal III 2025, meski sedikit melambat dari 5,12% di kuartal sebelumnya, tetap mencerminkan ekspansi yang tangguh dan menyeluruh.

Menurut ekonom global Shan Saeed, hal ini bukanlah tanda perlambatan, melainkan fase mid-cycle consolidation — sebuah jeda sehat dalam lintasan pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan. “Ini bukan perlambatan, tapi konsolidasi sehat di tengah siklus ekonomi yang tetap konstruktif,” ujar Shan Saeed, Global Chief Economist di Juwai IQI, dalam pandangannya, Rabu (5/11)

“Indonesia sedang menunjukkan stabilitas struktural yang jarang dimiliki negara berkembang lain di kawasan,” ujarnya, dalam siaran pers Badan Komunikasi Pemerintah.

Dengan proyeksi pertumbuhan penuh tahun di kisaran 5,0%–5,8%, Saeed menilai Indonesia masih menjadi jangkar ketenangan makroekonomi di ASEAN, berkat kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang disiplin serta fundamental domestik yang kuat.

Sejumlah indikator utama menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia siap untuk kembali berakselerasi di akhir tahun. PMI manufaktur naik ke 51,2 pada Oktober—memperpanjang fase ekspansi selama 25 bulan berturut-turut—menandakan pesanan baru dan aktivitas ekspor yang sehat.

Surplus perdagangan sebesar USD 3,2 miliar pada September menandai 65 bulan berturut-turut posisi neraca positif, didukung ekspor logam EV seperti nikel, tembaga, dan kobalt.

Di sisi pariwisata, jumlah wisatawan mancanegara mencapai 11,2 juta selama Januari–September, sudah melampaui total 2023. Angka ini diperkirakan menembus 14 juta di akhir tahun dan memberi kontribusi sekitar 1,2 poin persentase terhadap PDB sektor jasa.

Sementara itu, Indeks Penjualan Ritel tumbuh 3,1% y/y pada September, dengan inflasi stabil di 2,86% y/y pada Oktober, menunjukkan daya beli masyarakat tetap solid.

“Dengan PMI di atas 50, surplus perdagangan yang berkelanjutan, dan momentum pariwisata akhir tahun, saya memperkirakan PDB kuartal IV bisa mendekati 5,5–5,6%. Indonesia masih berada di jalur pertumbuhan yang sehat,” kata Saeed yang berbasis di Kuala Lumpur.

Konsumsi dan Ekspor Jadi Mesin Ganda Pertumbuhan

Saeed menekankan bahwa konsumsi domestik dan ekspor adalah dua pilar utama yang menopang ekspansi ekonomi Indonesia. Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 53,8% PDB, tetap kuat dengan Indeks Keyakinan Konsumen di 103,2 pada September. Musim liburan dan bonus akhir tahun diperkirakan akan memperkuat momentum ini.

Di sisi eksternal, ekspor naik 11,4% y/y pada September menjadi USD 23,7 miliar, didorong oleh bahan bakar mineral (+18%), besi dan baja (+15%), serta mesin (+12%). Sementara itu, impor yang naik 7,2% y/y menunjukkan aktivitas produksi dan investasi yang dinamis.

Nilai tukar rupiah stabil di kisaran Rp 15.350 per dolar AS, lebih kuat dibandingkan mata uang kawasan lain.

“Semua kredit patut diberikan kepada Bank Indonesia,” ujar Saeed. “BI telah berhasil menjaga stabilitas struktural rupiah tanpa menekan pertumbuhan kredit,” kata Ekonom jebolan University of Chicago, salah satu universitas ekonomi terkemuka dunia.

Sinergi Fiskal dan Moneter Jadi “Wild Card” Ekonomi RI

Saeed menilai bahwa salah satu kekuatan tersembunyi Indonesia terletak pada sinergi kebijakan fiskal dan moneter. Defisit fiskal diperkirakan hanya 1,9% dari PDB, menunjukkan disiplin anggaran di bawah kerangka konsolidasi fiskal. Realisasi belanja infrastruktur mencapai 75,3% hingga September, menandakan efek pengganda yang akan muncul di kuartal IV.

Di sisi moneter, suku bunga acuan BI7DRR di 6,00% berhasil menjaga stabilitas rupiah sekaligus menahan inflasi inti di kisaran 1,9–2,0%. Pertumbuhan kredit yang mencapai 9,4% y/y menandakan kebijakan moneter tetap pro-pasar.

“Kombinasi kebijakan fiskal yang disiplin dan moneter yang kredibel adalah senjata rahasia Indonesia,” tutur Saeed yang berpengalaman lebih dari 25 tahun di pasar keuangan global dan lembaga investasi internasional.

“Sinergi keduanya menciptakan bantalan kebijakan yang memperkuat ketahanan ekonomi sekaligus menarik arus investasi asing langsung dan portofolio.”

Strategi Investor: Fokus pada Q4 – Q1

Saeed merekomendasikan investor untuk tetap taktis menghadapi kuartal terakhir 2025 dan awal 2026. Sektor keuangan dan perbankan akan diuntungkan oleh tingginya rasio CASA dan peningkatan pendapatan berbasis fee menjelang musim liburan. Sektor konsumer dan ritel juga berpotensi tumbuh karena daya beli yang kuat, didukung harga pangan yang stabil (cabai -8% m/m, ayam broiler -6% m/m).

Selain itu, infrastruktur dan logistik mendapat momentum dari realisasi belanja modal pemerintah, sedangkan logam dan energi, terutama pengolahan nikel matte, tembaga katoda, dan kobalt sulfat, tetap menjadi penopang ekspor jangka menengah.

Narasi Makro: Stabilitas Adalah Strategi, Pertumbuhan Adalah Hadiah

Saeed menyimpulkan bahwa narasi makroekonomi Indonesia tetap konstruktif dan kredibel: pertumbuhan sekitar 5,1% YTD, dengan peluang akselerasi ke 5,5–5,6% pada Q4. Inflasi terjaga di 2,86%, salah satu yang terendah di G20. Rupiah stabil di Rp 15.300–15.400/USD, sementara defisit fiskal di bawah 2% menunjukkan disiplin anggaran yang kuat. “Stabilitas adalah strategi Indonesia, dan pertumbuhan adalah hadiahnya,” tegas Saeed.

“Dalam dunia yang dipenuhi ketidakpastian dan volatilitas modal, Indonesia tetap menjadi jangkar makroekonomi Asia Tenggara,” tandasnya. (her/dav)

Artikel sebelumnyaKonsumsi Masyarakat dan Investasi Solid, Jadi Penopang Ekonomi Indonesia Triwulan III
Artikel selanjutnyaPenduduk Bekerja Berpendidikan Tinggi Naik, Didominasi Diploma dan Sarjana
Radio Idola Semarang
Radio Idola Semarang menghayati semangat Positive Journalism. Radio Idola Semarang, Memandu Dan Membantu.