Dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Abdul Muis dan Rasnal, setelah menerima langsung surat rehabilitasi dari Presiden RI Prabowo Subianto. Surat rehabilitasi diserahkan langsung oleh Presiden di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11) dini hari. (Foto Dok. Badan Komunikasi Pemerintah)

Semarang, Idola 92.6 FM-Beberapa waktu lalu, Presiden RI Prabowo Subianto mengambil langkah berani dengan memberikan rehabilitasi hukum kepada dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yaitu Rasnal dan Abdul Muis. Sebelumnya, keduanya dinyatakan bersalah di tingkat kasasi, karena membantu guru honorer melalui kegiatan sumbangan sukarela di sekolah.

Kasus ini kemudian menimbulkan kontroversi: banyak pihak menilai pemecatan dan pencabutan status ASN bagi mereka sangat tidak adil– terlebih mereka dipandang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, yang bekerja demi pendidikan anak-anak bangsa.

Mengapa Kasus Ini Penting! Sebab, kasus ini bukan sekadar “kasus guru dihukum lalu dibebaskan” — ia membuka ruang refleksi besar: Pertama, terkait pendidikan dan moral guru. Guru-guru adalah garda depan pendidikan. Jika guru-guru yang benar-benar peduli dan berkorban dihukum karena tindakan yang bermaksud membantu rekan sejawat atau meningkatkan kualitas pendidikan, maka, apa dampaknya terhadap moral guru lainnya?

Kedua, terkait aspek hukum & keadilan. Dari sisi hukum pidana, sejauh mana tindakan “sumbangan sukarela” bisa dipandang sebagai pelanggaran? Apakah penegakan hukum dalam kasus ini sudah mempertimbangkan konteks sosial, niat, dan manfaat pendidikan? Dan bagaimana seharusnya sistem hukum merespons kasus seperti ini di masa depan agar tidak terjadi kriminalisasi semacam ini lagi?

Sehingga, Keputusan Presiden memberikan rehabilitasi menunjukkan tanggung jawab kepemimpinan dan patut kita apresiasi.

Lalu, pelajaran apa yang bisa diambil dari kasus Luwu ini, agar kejadian kriminalisasi terhadap guru tidak terulang? Bagaimana sistem pendidikan nasional bisa lebih melindungi guru, terutama ketika mereka berkontribusi di luar gaji formal (misalnya melalui sumbangan sukarela)? Bagaimana regulasi dan penegakan hukum bisa lebih adil, manusiawi, dan pro-pendidikan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti kami akan berdiskusi dengan narasumber: Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Jejen Musfah dan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti dan Sekjend Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Dr Azmi Syahputra. (her/yes/dav)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaDMC Dompet Dhuafa Terus Sisir Area Terdampak Longsor, Belasan Korban Masih Tertimbun
Artikel selanjutnyaLuthfi Imbau Warga Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Bahaya Tanah Longsor
Radio Idola Semarang
Radio Idola Semarang menghayati semangat Positive Journalism. Radio Idola Semarang, Memandu Dan Membantu.