Bagaimana Strategi Keluar Dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah

Semarang, Idola 92.6 FM – Tanpa strategi inovatif, Indonesia akan selalu tumbuh di bawah potensinya. Padahal, untuk sejahtera dan menjawab tantangan pada masa depan, Indonesia perlu tumbuh di atas 6 persen. Kebijakan pada masa-masa ini menjadi krusial sebab akan menentukan masa depan bangsa. Cara-cara lama tidak bisa digunakan untuk menjawab tantangan sekarang dan masa depan. Perumusan kebijakan public dewasa ini perlu semakin inovatif.

Demikian mengemuka dalam Diskusi Panel Ekonomi yang digelar Harian Kompas baru-baru ini di Jakarta. Selain itu, dalam forum itu juga diungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami tren pelambatan dalam beberapa dasawarsa. Pada era 1970-an, pertumbuhan ekonomi rata-rata 8 persen per tahun. Tahun 1990-an, pertumbuhannya rata-rata 7 persen per tahun. Selanjutnya, pada era 2000-an lajunya melambat menjadi rata-rata 6 persen per tahun. Sejak 2012 sampai sekarang, rata-rata 5 persen per tahun.

Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun, Indonesia akan menghadapi sejumlah persoalan pelik dan saling terkait pada masa mendatang. Persoalan itu di antaranya masuk dalam perangkap Negara berpendapatan menengah. Indonesia juga akan memasuki Negara dengan populasi berusia tua sebelum penduduknya kaya yakni tahun 2030-an.

Lantas, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 5 persen, bagaimana kita ke depan keluar dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah atau middle income trap? Strategi dan inovasi seperti ada di bidang kebijakan industrial untuk memperbaiki struktur ekonomi Indonesia? Mampukah kita keluar dari persoalan pelik itu di masa mendatang?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Wijayanto Samirin (Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi) dan Ahmad Heri Firdaus (Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: