Membenahi Tata Niaga Perberasan Dan Menyejahterakan Petani

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia sebagai negeri maritim sepatutnya nelayannya kaya raya. Di sisi lain, Indonesia sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia idealnya petaninya sejahtera. Namun, realitanya masih jauh panggang daripada api. Di bidang pangan, setelah hampir tiga tahun, kebijakan ekonomi perberasan Kabinet Kerja seakan tak beranjak signifikan. Strategi peningkatan produksi dan stabilisasi harga beras belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Demikian ditulis dalam opini Guru Besar Unila Bustanul Arifin yang dimuat di Koran Kompas (12/9). Menurut Bustanul, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2014-2019 dan arahan presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas Pangan pada awal tahun 2017, belum bisa dilaksanakan dengan baik. Kementerian Pertanian diberi mandat menentukan strategi besar produksi dan strategi pembangunan pertanian. Kementerian Perdagangan diberi tugas menghasilkan desain kebijakan yang mampu memberikan harga yang benar dan normal ke konsumen. Kemenko Perekonomian diminta menghasilkan kesamaan visi terkait produktivitas, daya saing, dan peningkatan kesejahteraan. Semua itu, seolah hanya indah perencanaannya, namun kurang elok eksekusinya.

Lantas, bagaimana membenahi tata niaga dan substansi kebijakan perberasan yang mampu membawa kesejahteraan petani? Sebenarnya apa pokok persoalan yang menghambat dari hulu hingga hilir terkait persoalan ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Yeka Hendra Fatika (Ketua Pusat Kajian Pangan dan Advokasi (Pataka)) dan Latuconsina (pakar agrobisnis, petani). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: