Menjaga Etika Keadaban Dalam Menggunakan Media sosial

Ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Berita bohong baru-baru ini begitu meresahkan masyarakat. Maraknya berita bohong dan menjurur fitnah di media social dan situs media daring menyita perhatian Presiden Joko Widodo. Presiden meminta ada tindakan tegas dank eras terhadap penebar berita bohong dan provokatif yang meresahkan masyarakat. Untuk pertama kalinya dalam masa pemerintahannya, Presiden menggelar rapat terkait hal itu di Kantor Presiden Jakarta Kamis lalu. Presiden menyampaikan keprihatinannya atas fenomena yang berkembang di media sosial.

Menurut presiden, beredarnya berita bohong yang bersifat menghasut orang lain telah meresahkan warga. Penegakan hukum harus tegas dank eras untuk hal ini. Saat ini tercatat, ada 132 juta pengguna internet aktif di Indonesia atau 52 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Jenis kalimat yang disebarkan media sosial beberapa di antaranya masuk kategori kasar, provokatif, mengandung fitnah, dan ujaran kebencian. Dia mengajak para pengguna media sosial agar bisa berkomunikasi dengan baik, beretika, positif, dan tetap berbasis pada nilai budaya Indonesia. Selain itu, makin banyaknya persoalan terkait cyber atau dunia maya mendorong kepolisian untuk mengembangkan Sub Direktorat Cyber Crime. Di antaranya akan ada penambahan personel dan menjadikannya Direktorat Cyber Crime.

Lantas, bagaimana meredam penyalahgunaan media sosial dan menjaga etika bermedia sosial? Apa sesungguhnya faktor terbesar yang memicu munculnya berita bohong di media sosial? Edukasi masif seperti apa yang sepatutnya diberikan kepada generasi muda untuk penggunaan media sosial yang beretika? Perlukah pemerintah membentuk tim khusus untuk menindak pelaku cyber crime?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi bersama dua narasumber yakni: Maman Suherman (Praktisi Media, pengamat Media Sosial) dan Nukman Luthfie (pengamat Media Sosial, Ceo Julio.com). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: