Penolakan Pembangunan Pabrik Semen di Rembang Bisa Berimplikasi Negatif Terhadap Dunia Usaha di Jateng

Semarang, 92.6 FM-Adanya penyegelan di pabrik PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang dari para penolak pabrik semen, bisa berimplikasi negatif terhadap dunia usaha di Jawa Tengah. Akibatnya, para calon investor yang akan masuk ke Jawa Tengah akan berpikir dua kali untuk berinvestasi, meski sudah mengantongi izin dan tidak merusak lingkungan sekitar.

Pengamat pembangunan nasional Djuni Thamrin mengatakan, proses pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang sudah diikutinya sejak awal, dan sampai pada sidang penilaian adendum Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dari pengamatannya itu, diketahui jika PT Semen Indonesia telah melakukan kajian mendalam dan tidak ada aturan yang dilanggar. Salah satunya tentang eksplorasi batuan kapur dan gamping, bukan karst yang diributkan para penolak pendirian pabrik semen di Indonesia.

Oleh karena itu, jelas Djuni, jika ada pihak yang menggagalkan sebuah proses investasi dan diketahui sah secara hukum sudah mengantongi izin, maka bisa dikategorikan sebagai tindakan subversif ekonomi. Sehingga, bisa membahayakan iklim berinvestasi di Jawa Tengah.

”Yang namanya proyek pembangunan jangan dibenturkan dengan kepentingan atau kebutuhan yang berbeda. Contohnya, memang bisa makan semen tidak makan beras. Itu kan contoh yang bertolak belakang. Keduanya sama pentingnya, tapi bukan pada konteksnya,” kata Djuni Thamrin, kemarin.

Menurut Djuni Thamrin, sebenarnya ada yang tidak berjalan ketika proses pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang. Yakni, proses komunikasi yang dimainkan pemerintah daerah setempat.

Ia menyebut, pemerintah daerah setempat tidak terbuka di dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar, terutama yang melakukan penolakan. Jika pemerintah daerah setempat bisa memainkan perannya, maka tidak ada aksi penolakan dari warga terhadap pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang. (Bud)